Hati-hati, Fintech Berpotensi Dorong PHK Di Perbankan

Hati-hati, Fintech Berpotensi Dorong PHK Di Perbankan

JakartaFinacial technology (Fintech) diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun disatu sisi, maraknya fintech menjadi satu ancaman baru bagi sektor perbankan, yakni ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Demikian diungkapkan Thea Triana Rizal, Managing Director The Consumer Banking School pada acara Seminar Political Economy Outlook 2018 bertema Masa Depan Consumer Banking di Era Disruption yang digelar Rabu, 22 November 2018 di Jakarta.

Peran fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi boleh jadi masih relative kecil. Namun harus diakui, akses pembiayaan dan konsumsi rumah tangga dari usaha fintech mampu memberi dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, mendukung ketahanan pangan dan penyerapan tenaga kerja.

“Jangan sampai kehadiran Fintech ini justru mendorong munculnya banyak PHK dan kelesuan ekonomi” ujarnya.

Diakui, difusi teknologi pada layanan keuangan telah menciptakan berbagai platform dan media baru, yang kemudian dikenal sebagai financial technology atau fintech. Thea menyebut, dengan muatan teknologi yang padat, fintech tidak hanya membawa layanan keuangan menajdi lebih dekat, bahkan membawanya ke dalam “genggaman” konsumen. Karenanya, bank-bank juga harus segera menyesuaikan diri akan perubahan tekonologi yang mendisrup pasar finansial.

Seperti diketahui, menurut data Asosiasi Fintech Indonesia per Agustus 2017, saat ini terdapat 184 perusahaan fintech yang bergerak di 4 kategori berbeda, yakni Deposit, Lending, and Capital Raising; Payments, Clearing and Settlements; Investment and Risk Management; dan Market Provisioning.

Di antara kategori tersebut, tambahnya, Fintech Payments memiliki pangsa tersebar dari sisi jumlah pelaku, yaitu 77 penyelenggara Fintech (42%). Angka-anga itu menujukan perkembangan yang pesat dan Indonesia menjadi pasar fintech dan perbankan terbesar di kawasan Asia.

Thea menegaskan bahwa saat inilah yang paling tepat untuk mempersiapkan segala hal. Lahirnya Fintech yang menggejala di suluruh dunia termasuk di Indonesia harus dihadapi dengan sangat cermat dan strategis.

“Jangan sampai Fintech akan benar-benar menjadi pembunuh nomer satu perbankan – karena bank tidak mempersiapkan sejak dini tentang signal perubahan ini. Bank-bank, mau tak mau harus bekerja sama dengan Fintech agar tetap terus bergandengan. Bagaimana pun juga Fintech tetap membutuhkan bank sebagai bagian dari transaksi sehari hari” imbuhnya.

Tahun 2018, disinyalir akan menjadi tahun yang penuh tantangan, karena memasuki tahun politik, masalah disruption sektor finansial. Masa depan consumer banking mungkin akan banyak menghadapi banyak tantangan, tetapi juga akan terbuka banyak peluang.

Menurut Thea, jika perbankan tahun 2017 ini kredit hanya tumbuh 9% dan dana tumbuh 11%, artinya, perbankan di Indonesia masih terasa berat untuk melakukan ekspansi. Restrukturisasi korporasi pada bank-bank, lanjutnya, belum dapat dikatakan aman, karena bank-bank tampak masih terlalu banyak membuat pencadangan. Di satu sisi, peningkatan laba bank-bank lebih banyak disebabkan oleh pencadangan yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya.

“Restrukturisasi dengan 3 pilar yang disyaratkan OJK bukan menunjukan bahwa ekonomi sudah membaik, tapi justru akan memberatkan bank pada saat ini” pungkasnya.(*)

 

 

Related Posts

News Update

Top News