Poin Penting
- Harga emas dunia berpotensi menembus USD4.000 per troy ounce.
- Kombinasi suku bunga riil rendah, inflasi tinggi, dan permintaan dari bank sentral hingga investor ritel menopang tren bullish emas.
- Investor disarankan disiplin dengan strategi seperti stop loss, profit taking bertahap, dan Dollar-Cost Averaging untuk menghadapi volatilitas pasar.
Jakarta – Harga emas dunia diperkirakan akan menembus level psikologis USD4.000 per troy ounce. Ini tak lepas dari dorongan sentimen The Fed yang kemungkinan besar akan memangkas suku bunga acuannya pada 17 September 2025, ditambah lagi dengan meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah, Eropa, hingga Asia.
Financial Analyst Finex, Brahmantya Himawan, menilai momentum ini mengonfirmasi relevansi emas dalam portofolio investasi.
“Pemangkasan suku bunga The Fed menekan imbal hasil riil, sehingga opportunity cost memegang emas semakin rendah. Dalam sejarah, periode suku bunga riil rendah hingga negatif selalu beriringan dengan reli harga emas,” ujarnya, Selasa (16/9).
Baca juga: Harga Emas Antam Pecah Rekor Lagi! Segram Tembus Rp2,115 Juta
Lebih jauh dia menjelaskan, kombinasi suku bunga riil rendah, inflasi tinggi, serta risiko geopolitik global semakin memperkuat sentimen positif terhadap emas. Tak hanya itu, permintaan tinggi dari bank sentral negara berkembang, arus masuk ke ETF berbasis emas, hingga lonjakan investasi ritel turut menopang tren bullish logam mulia ini.
Proyeksi Harga Emas
Secara teknikal, harga emas (XAUUSD) berpotensi menembus resistance USD3.750–USD4.000. Meski demikian, Brahmantya mengingatkan agar investor ritel tetap disiplin dalam mengelola strategi.
“Stop loss, profit taking bertahap, dan metode Dollar-Cost Averaging (DCA) dapat menjadi kunci untuk menghadapi volatilitas pasar,” jelasnya.
Baca juga: Riset HSBC: Emas dan Kripto Jadi Pilihan Utama bagi Affluent Investor Indonesia
Momentum emas saat ini, menurut Finex, menjadi pelajaran penting soal diversifikasi aset dan manajemen risiko di tengah ketidakpastian global.
Sejak pandemi Covid-19, emas konsisten dipandang sebagai instrumen lindung nilai paling solid. Kombinasi suku bunga riil rendah, inflasi yang tetap tinggi, dan risiko geopolitik global memperkuat sentimen positif terhadap logam mulia tersebut. (*)










