Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bank BUMN dalam Penghapusan Kredit UMKM

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bank BUMN dalam Penghapusan Kredit UMKM

Oleh: Hendra Febri, S.H, M.H – Praktisi Hukum & Bankir

PERATURAN Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu kebijakan Pemerintah yang disambut positif oleh masyarakat khususnya kalangan UMKM.

PP Nomor 47 Tahun 2024 ini sudah berlaku mulai tanggal 5 November 2024. Yang mana sesuai Pasal 19, diberikan waktu pelaksanaan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak diberlakukannya PP ini, sehingga Bank BUMN harus segera mengimplementasikan PP yang dimaksud agar sejalan dengan kebijakan dari Pemerintahan Presiden Prabowo dalam rangka pemberdayaan UMKM di Indonesia.

Baca juga: Rasio Kredit UMKM 30 Persen Terancam Gagal, Ini Langkah Kementerian UMKM

Berikut adalah hal-hal yang harus menjadi perhatian bagi Bank BUMN dalam melaksanakan Penghapusan Kredit Macet sesuai PP Nomor 47 Tahun 2024:

  1. Piutang macet yang dapat dilakukan Penghapusbukuan dan Penghapustagihan adalah piutang macet pada bank dan/atau Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) BUMN.
  2. Terdapat dua rangkaian proses yang dapat dilaksanakan yaitu penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet.
  3. Dalam mekanisme penghapusbukuan, maka atas piutang macet tersebut telah dilakukan upaya restrukturisasi dan penagihan secara optimal. Sehingga bank dan/atau LKNB BUMN terlebih dahulu harus dapat membuktikan telah melakukan proses restrukturisasi kredit serta penagihan pada debitur UMKM yang dimaksud.
  4. Dalam mekanisme penghapustagihan, berlaku beberapa kriteria yaitu nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur, telah dihapusbukukan minimal lima tahun, bukan merupakan kredit yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit, dan tidak terdapat agunan kredit atau terdapat agunan kredit namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau agunan sudah habis terjual namun kewajiban debitur masih belum terbayarkan seluruhnya.
  5. Bank dan/atau LKNB BUMN harus melakukan dokumentasi dan pencatatan dengan baik mengenai proses penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan tersebut.
  6. Dokumentasi dan pencatatan tersebut harus disimpan minimal selama 10 tahun sejak tanggal dilakukannya penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan.
  7. Bank dan/atau LKNB melakukan pemutakhiran data debitur UMKM tersebut yang dikategorikan sebagai kredit lunas sesuai kebijakan pemerintah pada SLIK OJK.
  8. Bank dan/atau LKNB BUMN harus menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut kepada Menteri BUMN.
  9. Kerugian atas penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta GCG dan Anggaran Dasar perusahaan.

Kebijakan ini tentunya akan disambut baik oleh masyarakat khususnya UMKM. Namun, bank dan/atau LKNB BUMN tentu tetap berhati-hati dalam melaksanakan PP ini. Pasalnya, menyangkut keuangan negara yang harus dilakukan melalui tata kelola dengan baik, itikad baik, sejalan dengan peraturan perundang-undangan dan Good Corporate Governance. (*)

Related Posts

News Update

Top News