Jakarta – Di tengah tantangan yang terjadi sekarang ini seperti kenaikan inflasi dan suku bunga, memunculkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi, salah satunya ialah potensi perlambatan ekonomi nasional. Untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyiapkan empat strategi guna menghadapi hal tersebut.
“Kita menyiapkan empat strategic response dalam menghadapi berbagai kemungkinan,” ujar Direktur Utama BRI, Sunarso, dalam webinar Kiprah LPS dalam webinar ‘Stabilisasi dan Penguatan Sektor Keuangan’ yang digelar Infobank bersama LPS, Kamis, 6 Oktober 2022.
Pertama, ujar Sunarso, BRI akan melakukan selective growth yang akan berfokus pada pinjaman usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di sektor tertentu khususnya kredit mikro melalui strategi ‘business follow stimulus’, dan juga mengoptimalkan kredit Ultra Mikro (UMi) sebagai mesin pertumbuhan baru.
“Dalam situasi seperti ini stimulus pemerintah masih diperlukan dan kemudian kita business to follow stimulus. Hal ini gak gampang dilakukan, karena stimulus baru efektif bisa sampai kalau empat hal bisa dipenuhi, satu adanya duit, kedua data yang benar, ketiga ada sistem yang reliabel, dan keempat ada yang mengkomunikasikan secara clear program-program stimulus itu. Dari empat syarat itu, BRI menyediakan tiga hal yaitu data, sistem yang reliabel, dan komunikator melalui mantri-mantri BRI,” jelasnya.
Kemudian, strategi kedua ialah maintenance quality, yang di dalamnya sangat selektif dalam menentukan kelayakan nasabah untuk direstrukturisasi, lalu menerapkan soft landing strategi yang menyediakan bantalan dan cadangan yang cukup.
“Ketiga, fokus di high yield loan. BRI akan fokus untuk bertumbuh pada pinjaman-pinjaman yang memiliki high yield, yaitu segmen mikro dan consumer loan,” tegas Sunarso.
Lalu skenario yang terakhir ialah efficient liability CASA (current account saving account) Growth. BRI terus meningkatkan CASA melalui peningkatan wholesale transaction, penetrasi digital saving BRI, dan hyperlocal ecosystem pada segmen mikro.
“Jadi nanti kalau ada kinerja BRI yang mungkin labanya terbesar, sebenarnya itu adalah keberhasilan transformasi yang tujuannya adalah memurahkan biaya dana, memurahkan biaya operasional dan memurahkan biaya kredit. Dari tiga memurahkan itu yang berhasil dimurahkan adalah biaya dana karena memang likuiditasnya di pasar ample dan kemudian kita lebih fokus ke dana ritel. Itu makanya biaya dana lebih murah. Overhead cost kita tekan karena melalui digitalisasi, tetapi credit cost masih setengah mati kita menekan karena memang kena dampak karena pandemi,” kata Sunarso. (*) Bagus Kasanjanu