Jakarta–Relaksasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia dengan menurunkan GWM primer dari 8% menjadi 7,5% diharapkan akan mendorong pertumbuhan kredit. Namun para periset Mandiri Sekuritas masih mematok pertumbuhan kredit 11%-12% pada 2015 dan naik menjadi 13%-15% pada 2016.
Dampak dari kebijakan baru itu masih belum ada untuk saat ini. Tjandra Lienandjaja, Analis Mandiri Sekuritas mengatakan kebijakan tersebut memang akan membolehkan bank menyalurkan kredit yang lebih besar lagi. Penurunan giro sebesar 0,5% itu akan membuat bank dapat menambah kredit sebesar Rp18,2 triliun, didapatkan dari dana pihak ketiga Rp3.644 triliun per September 2015, berporsi 0,5% dari total kredit per September 2015.
“Pertanyaannya adalah bagaimana bank berminat ekspansi kepada lebih banyak kredit karena permintaan yang sedang melemah. Dengan giro wajib yang turun itu, akan ditambah dengan adanya kebutuhan kredit yang lebih besar jika mereka merevaluasi aset mereka setelah skema perpajakan berubah,” kata Tjandra dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2015.
Menurutnya, dari 10 bank yang sahamnya tercatat di bursa, dampak pelonggaran GWM itu juga akan menjadi tambahan 0,5% pada total kredit dengan bank yang lebih kecil karena mereka tidak memiliki simpanan valas.
“Untuk bank yang lebih besar, PT Bank Central Asia Tbk memiliki potensi lebih untuk meningkatkan kredit mereka dibandingkan dengan bank lain,” tambahnya.
Senada analis Mandiri Sekuritas lainnya, Aldian Taloputra mengatakan langkah melonggarkan “old school monetary tool” tersebut, akan memberi tambahan likuiditas sebesar Rp18 triliun, sehingga memberikan dorongan kepada perbankan. Dengan asumsi likuiditas adalah berarti penyaluran kredit, secara teori maka money multiplier dapat lebih besar dan menghasilkan penurunan suku bunga money market.
“Meskipun demikian, pertanyaannya adalah adanya permintaan kredit dalam jangka pendek, mengingat likuiditas sudah cukup,” kata Aldian.
Kecukupan likuiditas tersebut menurutnya terlihat dari beberapa indikator, seperti suku bunga deposito berjangka 3 bulan turun menjadi 8,3% pada Agustus dari 9,4% pada pertengahan 2014, Rasio kredit terhadap simpanan (LDR) juga turun menjadi 88,9% dari 92,3% pada periode yang sama, primary reserve mencapai 8,8% pada Agustus, mengindikasikan ada kelebihan cadangan (reserve).
“Karena itu, kebijakan yang dilonggarkan tersebut akan memiliki dampak terbatas pada jangka pendek, dan juga memberikan dampak lebih besar pada suku bunga money market. Kami meyakini kebijakan itu bertujuan memperbaiki kondisi ekonomi dalam jangka menengah,” kata dia.
Pelonggaran giro tersebut menurutnya dapat memberikan dampak optimal pada ekonomi dalam jangka menengah jika belanja fiskal berlanjut dapat mempertahankan permintaan domestik. Belanja pemerintah, terutama infrastruktur, harus menopang ekonomi di tengah melemahnya daya beli sehingga kebijakan moneter itu dapat memberikan dampak berganda (multiplier effect) terhadap ekonomi.
“Kami masih pada pendapat yang sama bahwa BI tidak menurunkan BI rate tahun ini,” kata Leo Rinaldy, analis Mandiri Sekuritas. Meskipun inflasi dan defisit neraca berjalan (CAD) diprediksi lebih rendah daripada prediksi, defisit neraca pembayaran yang melebar menunjukkan risiko ketidakpastian masih tetap tinggi. Dia memperkirakan pemangkasan suku bunga akan terjadi pada 2016 ketika fundamental domestik berlanjut membaik dan setelah dampak dari potensi kenaikan Fed Fund rate dapat diperhitungkan kemudian. (*) Ria Martati