Jakarta – Properti merupakan sektor yang paling tahan terhadap dampak pandemi Covid-19 maupun disrupsi digital. Kendati tingkat penjualannya menurun, harganya justru terus naik. Pertumbuhan penjualan rumah tipe menengah pada kuartal IV 2021 tumbuh 11,26% year on year (YoY). Capaian angka penjualan salah satu pelaku properti yakni Agung Podomoro Land pada 2021 yang melebihi target menjadi gambaran lain ketahanan sektor properti atas dampak pandemi Covid-19.
Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) menilai, dampak pandemi Covid-19 memang sempat menyebabkan bisnis properti lesu, namun saat ini bisnis properti sudah kembali meningkat. Adapun faktor yang menyebabkan bisnis properti lesu saat itu, menurut Asep, bukan karena daya beli masyarakat, melainkan jumlah kasus yang tinggi membuat masyarakat khawatir untuk beraktivitas di luar rumah. Apalagi pada saat bersamaan, sejumlah perusahaan properti menerapkan work from home.
“Semua sektor industri kaget akibat pandemi, bukan hanya properti. Faktornya, karena tidak ada titik temu saja, di antara kebiasaan masyarakat itu dengan kekhawatiran di tengah situasi kasus Covid-19 yang tinggi. Istilah saya, saat itu daya beli tertunda, bukan (daya beli) menurun,” ujar Dewan Kehormatan AREBI Jawa Barat Asep Ahmad Rosidin dalam Bincang Properti Pasca Pandemi bertajuk ‘Investasi Cerdas Generasi Muda’ secara virtual, Rabu, 20 April 2022.
Dirinya menjabarkan, berdasarkan data dari World Market Research (WMR), permintaan properti rumah mendominasi dengan 55%. Tanah menempati peringkat kedua dengan 12%. Berdasarkan rentang harga, Rp500 juta-Rp2 miliar mendominasi, mencapai 57%. Untuk klasifikasi peruntukan, 90% pembeli merupakan pengguna langsung (end user), 10% lainnya investor. Dari segi rentang usia, kebanyakan pembeli merupakan kelompok 35-45 tahun.
Rentang usia tersebut termasuk dalam kelompok milenial (1981-1996) dan angkatan paling muda gen X (1965-1980). Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Sensus Penduduk 2020, persentase kelompok milenial di Indonesia mencapai 25,87%, atau 69,38 juta jiwa. Total angka penduduk milenial tersebut dianggap sangat potensial sebagai target pasar properti.
Ketua Prodi Manajemen FPEB UPI Heny Hendrayati pun menyebutkan, secara umum sektor properti tahan banting, termasuk terpaan dampak pandemi Covid-19. Dari berbagai jenis properti, rumah tipe menengah tampak paling tahan akan terpaan dampak pandemi Covid-19. Dirinya menjabarkan data pertumbuhan tahunan penjualan rumah di 2021 dibandingkan dengan 2020. Per kuartal IV-2021, rumah tipe menengah tumbuh 11,26%. Sementara itu, rumah tipe kecil dan yang besar terkoreksi.
“Kalau pun dari segi penjualan lesu, harganya terus naik. Rata-rata peningkatan nilai 10%-15% per tahun. Sektor properti akan terus menjadi primadona, mengingat fungsinya sebagai kebutuhan dasar,” ucap dia.
Sementara itu, Financial Planner Arindra Mentari Putri mengungkapkan, ada sembilan perilaku generasi milenial menurut survei Alvara Research Center pada Januari 2018. Salah satu di antaranya, milenial selama ini berpikir bahwa untuk properti tidak harus memiliki. Artinya, selama masih bisa menyewa, memiliki barang bukanlah suatu keharusan bagi generasi milenial.
Padahal, properti bisa bermanfaat sebagai investasi, bukan hanya hunian. Tantangan generasi milenial, ucap Arindra, yakni fenomena Sandwich Generation. Definisi Sandwich Generation, yakni orang dewasa yang menanggung biaya dua generasi sekaligus, orang tua beserta anaknya. Berinvestasi merupakan pilihan solusi menghindari dari Sandwich Generation. Apalagi, berdasarkan data, hanya 5,34% penduduk Indonesia yang sudah memiliki dana pensiun.
Arindra menyampaikan, terdapat sejumlah karakteristik pelaku investasi, yakni agresif, moderat, konservatif. Investasi properti bisa cocok dengan karakteristik-karakteristik tersebut. “Teman terbaik investasi merupakan waktu. Lebih cepat berinvestasi, makin baik. Dalam berinvestasi, perlu juga memperhatikan angka return yang di atas inflasi,” tutur dia.
Masih didiskusi yang sama, Head of Regional Marketing Jawa Barat Podomoro Park, Tedi Guswana menyampaikan, Agung Podomoro Land mampu mencatatkan penjualan mencapai Rp2,7 triliun pada 2021. Angka itu lebih tinggi dari pada target yang ditetapkan yakni sebesar Rp2 triliun. Kebanyakan dari angka capaian tersebut berada di Jawa Barat.
Dirinya juga mengungkapkan, masyarakat yang membeli properti dengan pengembang Agung Podomoro Land mengaku turut berlandaskan motivasi berinvestasi kesehatan. Hal itu berkaitan dengan konsep properti penawaran pihaknya yang mengedepankan kenyamanan lingkungan, serta one stop living. “Prinsipnya, kami memenuhi hal yang menjadi kebutuhan masyarakat,” ucap dia.
Saat ini, kecenderungan masyarakat akan properti, terutama pasca pandemi sangat berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini terlihat dari permintaan pasar terhadap properti Podomoro Park Bandung. “Properti dipandang tidak hanya sebagai investasi keuangan, tetapi investasi kesehatan. Selain itu, produk-produk hunian saat ini diharapkan merujuk pada akomodasi kebutuhan masayarakat. Ketidakpastian pandemi mengubah paradigma terhadap properti dan ini yang harus dipandang serius oleh developer,” katanya.
Menurut dia, dua kebutuhan tadi harus terpenuhi. Oleh karena itu, pasca pandemi, developer harus melahirkan produk yang mengedepankan kesehatan, dimulai dari desain kawasan, fasilitas, bangunan, hingga bagaimana iklim kawasan dibangun mendukung produktivitas masyarakat dalam satu lokasi. Selanjutnya, ketidakpastian dan fleksibilitas menghadapi pandemi menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman dan bisa jadi paling lama untuk ditinggali.
“Sehingga produk yang memiliki open space atau kawasan dengan lingkungan 50% area hijau akan terus diminati. Dari kedua paradigma baru terhadap properti pascapandemi, Podomoro Park terus optimis untuk bisa memberikan yang terbaik di tahun 2022 dan tahun-tahun berikutnya karena benar-benar memandang kebutuhan masyarakat sebagai yang utama,” tutupnya. (*)