Jakarta – Pemaparan baru dari World Bank (Bank Dunia) menyebutkan bahwa angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 194,58 juta jiwa atau 68,25 persen dari total populasi. Padahal, jika mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) per April 2025, angka kemiskinan Indonesia tercatat 60,3 persen atau sekitar 171,9 juta jiwa.
Menurut Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara, setiap negara memiliki metode dalam mengukur garis kemiskinan. Pihaknya akan membicarakan hal ini lebih lanjut dengan BPS terkait metode baru.
“Kalau garis kemiskinan itu kan, selalu ada metodologinya. Metodologi mana yang dipilih adalah yang bisa mencerminkan kondisi ekonomi dan kondisi masyarakat setempat. Nah, itu kan tiap negara pasti selalu ada dinamikanya. Jadi ya dibicarakan saja dengan teman-teman BPS,” ujarnya di sela-sela acara KADIN Global and Domestic Economic Outlook 2025, Kamis, 12 Juni 2025.
Baca juga: Bank Dunia Sebut 68 Persen Penduduk RI Miskin, Ini Strategi Pemerintah Lawan Kemiskinan
Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyebut ada perbedaan antara indikator yang dipakai World Bank dan BPS dalam mengukur garis kemiskinan. Ini membuat temuan dari kedua pihak berbeda.
Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi KADIN, Aviliani, menyebut bahwa pemerintah tidak bisa langsung mengganti metode pengukuran. Alasannya yakni jumlah masyarakat miskin akan jauh meningkat dari sebelumnya.
“Jadi, pemerintah juga nggak akan begitu saja mengikuti apa yang disampaikan oleh Bank Dunia. Tapi, kita tetap melihat bagaimana inflasi di suatu negara kita, lalu kelayakan orang dengan hidup minimal itu berapa,” jelas Aviliani.
Baca juga: Luhut: Revisi Garis Kemiskinan Tunggu Persetujuan Presiden Prabowo
Meskipun begitu, KADIN mendorong pemerintah untuk meninjau ulang apakah jumlah pengeluaran di kisaran Rp595.242 per bulan, atau sekitar Rp 21.250 per hari, itu tepat untuk mengukur garis kemiskinan masyarakat.
“Jadi mungkin harus dibicarakan juga tentang definisi baru kemiskinan. Tapi, saya rasa untuk jangka pendek ini, pemerintah belum akan kesana sih. Tapi, kita masih melihat bagaimana menyelesaikan kemiskinan. Lebih ke sana sih,” ungkapnya.
Untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat, KADIN berharap agar produktivitas tenaga kerja masyarakat bisa lebih baik. Tidak hanya itu, pekerja informal juga diharapkan bisa mendapat kesempatan yang sama dengan pekerja formal.
Baca juga: Perhitungan Baru Bank Dunia, Warga Miskin RI Melonjak Jadi 194,6 Juta Jiwa
Sebagai informasi, BPS menggunakan metode Cost of Basic Needs (CBN) dalam menghitung kemiskinan. Metode ini mempertimbangkan kebutuhan dasar makanan dan non-makanan, termasuk konsumsi kalori minimal 2.100 kilokalori per hari dan kebutuhan dasar lainnya.
Penghitungan garis kemiskinan ini didasarkan pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan dua kali setahun dengan jumlah sampel rumah tangga yang signifikan. (*) Mohammad Adrianto Sukarso









