Ia memberi contoh, ketika krisis 2008-2009 menyebabkan banyak perusahaan private equity terpaksa menjual perusahaan atau malah melihat banyak peluang untuk membeli.
Berdasarkan data dari Bain (2017), aktivitas private equity (PE) di Asia Tenggara selama 2016 mencapai nilai sebesar US$ 8 billion, naik 41 persen dari tahun 2015. Perusahaan PE masih didominasi oleh perusahaan besar seperti KKR & Co, Baring Private Equity, CVC Capital Partners yg didukung pemerintah seperti Temasek, GIC, dan Khazanah.
Di Indonesia sendiri, industri PE sudah mengalami sejumlah transaksi seperti Temasek membeli saham Bank Danamon dan Telkomsel, Qatar Investment Authority memberi Indosat, Farallon membeli BCA. Bahkan, menarik lagi ada perusahaan Indonesia yaitu BTPN yang mengalami jual beli dalam waktu singkat dari TPG/Northstar tahun 2008 kemudian menjual BTPN ke Sumitomo Mitsui.
Disertasi Mardianto Eddiwan Danusaputro dapat dipertahankan dalam sidang terbuka dengan judul Study in the Impact of Strategic Consencus and Satisfying Decision on Buying and Selling Performance Comparative Analysis and Success Factors in Private Equity Industry in South East Asia. Promotor Prof Firmanzah Phd dan Co Promotor Rofikoh Rokhim Phd dan Albert Widjaya Phd. (*)