Jakarta – Pesatnya perkembangan kompetisi dunia Esport di dunia membuat para kalangan anak muda terus menjamah dunia game yang begitu luas lebih dalam lagi. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke 17 pasar game di dunia. Hal ini yang membuat para developer game kancah dunia beramai-ramai untuk menjajalkan karya gamenya di Indonesia.
Menurut data Global Games Market Report 2021 dikutip Selasa (19/4), urutan teratas berada di China yang menempati posisi pertama, posisi kedua ditempati Amerika Serikat, dan posisi ketiga ditempati oleh Jepang.
Kendati demikian, Indonesia tak ingin kalah dari negara lainnya, keseriusan Pemerintah Indonesia dalam perkembangan industri game yang dimasukan dari salah satu sub-sektor ekonomi kreatif ini, Esports dijadikan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada kegiatan olahraga seperti Piala Menpora, Piala Presiden, Pekan Olahraga Nasional (PON) hingga SEA Games.
Pada setahun terakhir, banyak turnamen game yang dilaksanakan baik itu game mobile ataupun Game PC yang sudah menghasilkan beberapa banyak juara yang tidak terduga, dan mencetak atlet-atlet baru dari semua kalangan. Kendati demikian masih banyak pihak yang melihat dunia Esport dengan sebelah mata, karena sehari-harinya hanya bermain game tanpa henti.
Dalam menanggapi hal tersebut, Sultan Sapta salah satu tokoh milenial yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Bidang IT Indonesia Esport Association (IESPA) mengajak masyarakat agar tidak menilai game sebagai kebiasaan yang buruk, karena sejak setahun terakhir banyak para pemain menghasilkan pendapatan dari hobinya bermain game tersebut.
Saat ini game merupakan komoditi di berbagai kalangan sebagai alternatif untuk meniti karir dan mendapatkan pendapatan dari bermain game. Tetapi hal itu juga, harus didukung dengan kemauan kuat serta bisa mengikuti tren teknologi digital untuk memanfaatkannya dengan baik. “Sekarang komoditi di dunia game sangat baik, banyak karir yang bisa didapatkan dengan bermain game, tetapi hal itu harus didukung dengan kemauan dan mengikuti tren teknologi digital,” kata Sultan.
Ia juga menjelaskan pengaruh media sosial untuk membuat konten yang berkualitas dan mendidik bisa dijadikan sebagai tonggak ukur dalam meraih profesionalitas dalam bermain game. Selain itu, IESPA yang juga menjadi satu-satunya induk olahraga elekronik yang menaungi para atlet Esport seluruh Indonesia untuk mengembangkan bakat mereka. “Sekarang dengan bermain game di media sosial saja sudah bisa dibilang profesional, selama dia bisa menghasilkan,” jelas Sultan.
Saat ini, untuk mengapresiasi dan mecetak altet berbakat di dunia Esport Indonesia, lanjut Sultan, sejumlah pemerintah tingkat kelurahan menyelenggarakan pertandingan Esport Lokal di lingkungannya untuk mencetak atlet-atlet yang memiliki daya saing.
Ia juga menjelaskan, seorang yang serius bisa menjadi pemain profesional yang berlaga di kancah dunia, dikarenakan saat ini banyak para pemain Esport yang bukan berasal dari kota-kota besar. Terlebih banyaknya ajang Esport lokal yang mencetak atlet baru, bahkan dalam Piala Presiden Esport 2021 saja jumlah peserta mencapai 120 ribu orang yang bertanding.
Ia berharap agar dunia Esport Indonesia agar terus berkembang, dan tidak dipandang sebelah mata, serta menjadi olahraga alternatif bagi orang yang mageran dengan caranya sendiri. Kemungkinan saat ini, berkarir di dunia Esport Indonesia bisa memberikan dampak yang signifikan. “Saya Berharap Esport Indonesia tidak dipandang sebelah mata, dan kedepannya Esport Indonesia bisa menjadi lebih dioptimalkan,” pungkasnya. (*)