Eks Dirut Allo Bank Gugat Status Tersangka dari KPK ke Praperadilan

Eks Dirut Allo Bank Gugat Status Tersangka dari KPK ke Praperadilan

Jakarta – Eks Direktur Utama PT Allo Bank, Indra Utoyo, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, 21 Agustus 2025.

Sebagaimana diketahui, Indra kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI pada periode 2020–2024. Penetapan status tersangka ini diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 9 Juli 2025.

Adapun pengajuan gugatan praperadilan atas nama Indra Utoyo terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel dengan nomor perkara 101/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.

“Sah atau tidaknya penetapan tersangka,” tulis klasifikasi perkara praperadilan, dikutip Selasa, 16 September 2025.

Baca juga: KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus  EDC BRI 2020-2024, Kerugian Negara Rp744 M

Dalam petitumnya, Indra Utoyo meminta agar penetapan tersangka terhadap dirinya dinyatakan tidak sah. Ia juga menuntut agar seluruh rangkaian pemblokiran rekening oleh KPK terhadap dirinya dan keluarga dibatalkan.

"Menyatakan seluruh rangkaian pemblokiran rekening oleh TERMOHON terhadap diri PEMOHON atau keluarga PEMOHON yang diterbitkan berdasarkan Sprin.Dik/45/DIK.00/01/07/2025 tanggal 08 Juli 2025 untuk PEMOHON dinyatakan tidak sah dan memerintahkan kepada TERMOHON untuk mengembalikan pada keadaan semula," demikian bunyi permohonan tersebut.

Sidang Praperadilan telah Bergulir

PN Jaksel pun telah menggelar sidang perdana pada Kamis, 4 September 2025, namun KPK sebagai termohon tidak hadir.

Sidang dilanjutkan pada Senin, 15 September 2025, dengan agenda pembacaan permohonan, dan hari ini masuk tahap pemeriksaan bukti serta saksi dari pemohon.

Baca juga: Allo Bank Tanggapi Isu Keterlibatan Indra Utoyo dalam Kasus EDC BRI 2020-2024

Diketahui, Indra Utoyo telah berstatus tersangka dalam kasus tersebut saat menjadi direksi di BRI. Tak hanya Indra Utoyo, KPK juga menetapkan empat nama lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek bernilai Rp2,1 triliun tersebut.

Empat tersangka lainnya itu adalah Catur Budi Hartono (CBH), Wakil Direktur Utama BRI; Dedi Sunardi (DS), SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL), Dirut PT Pasifik Cipta Solusi atau PCS; dan Rudy S. Kartadidjaja (RSK), Dirut PT Bringin Inti Teknologi.

Namun, hingga kini para tersangka tersebut belum ditahan oleh KPK. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Modus Korupsi EDC BRI

Menurut KPK, pengadaan EDC BRI dilakukan lewat dua skema, yaitu beli putus dan sewa. Total anggaran gabungan untuk kedua skema ini mencapai Rp2,1 triliun.

Untuk skema beli putus, pengadaan unit EDC Android setiap tahunnya berjumlah 25.000 unit pada 2020, 16.838 unit pada 2021, 55.000 unit pada 2022, 50.000 unit pada 2023, dan 200.000 unit pada 2023 tahap II yang dilaksanakan pada 2024, dan mesin EDC ini digunakan untuk di seluruh Indonesia.

Anggaran untuk pengadaan EDC Android BRIlink itu menggunakan anggaran investasi TI milik Direktorat Digital, IT and Operation BRI dan total nilai pengadaan EDC android keseluruhan senilai Rp942,7 miliar, dengan jumlah EDC keseluruhan 346.838 unit.

Selain skema beli putus, perseroan turut melakukan pengadaan Full Managed Services atau FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) untuk kebutuhan merchant BRI. Total realisasi pembiayaan pengadaan skema sewa itu selama 2021 hingga 2024 adalah Rp1,2 triliun untuk 200.067 unit

Baca juga: Lagi, Penyidik KPK Sita Uang Rp10 Miliar Terkait Kasus EDC BRI 2020-2024

KPK menduga para tersangka, termasuk Catur, Indra, dan Dedi, menandatangani berbagai dokumen penting dalam proses pengadaan ini.

Pengaadaan EDC dilakukan oleh sejumlah penyedia mesin tersebut yakni PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) yang dipimpin oleh tersangka Elvizar, dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) yang dipimpin oleh tersangka Rudy.

Adapun PT PCS adalah perusahaan penyedia mesin EDC merek Sunmi, sedangkan PT BRI IT membawa merek Verifone. KPK menduga, hanya dua merek ini yang melalui uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas (proof of concept/POC) pada 2019. Diduga kuat, proses uji kelayakan teknis tersebut sudah diarahkan oleh Indra Utoyo yang saat itu masih menjabat Direktur Digital dan TI BRI. (*)

Editor: Yulian Saputra

Halaman12

Related Posts

News Update

Netizen +62