Jakarta – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Bank Mandiri) optimis masih terdapat ruang untuk menyalurkan kredit di tengah perlambatan ekonomi. Menurut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi, proyeksi perlambatan ekonomi Indonesia memang menjadi tantangan bagi bank dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
Meski demikian, kata Hery, Penyaluran kredit diperlukan karena dapat menjadi salah satu bentuk stimulus guna kembali menggeliatkan kembali kondisi perekonomian nasional.
“Kami meyakini bahwa masih terdapat ruang untuk menyalurkan kredit bagi debitur eksisting atau para calon nasabah di tengah perlambatan ekonomi, tentunya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang terukur dan prudent akan membantu menggerakan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” ujar Hery dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis 24 September 2020.
Perlambatan pertumbuhan kredit memang dialami pelaku industri perbankan karena pandemi. Pertumbuhan kredit industri perbankan diprediksi hanya mencapai 1,5 persen dibandingkan tahun lalu. Akan tetapi, lanjut Hery, likuiditas industri perbankan diperkirakan tetap terjaga dengan estimasi pertumbuhan DPK di seluruh bank mencapai 8,3 persen. Hal ini terjadi seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar.
“Kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga di kuartal III, dan ini membuat kami yakin untuk tetap menyalurkan pembiayaan bagi debitur-debitur yang memenuhi syarat. Di satu sisi, Bank Mandiri juga akan terus melanjutkan proses restrukturisasi untuk nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19,” ucap Hery.
Akses terhadap digital juga ditemukan membantu UMKM dalam mitigasi dampak dari COVID. Berdasarkan survei Mandiri Institute, 9 persen dari UMKM dengan akses digital melaporkan adanya kenaikan omset usaha. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan UMKM tanpa akses digital yang hanya 4 persen. UMKM dengan akses digital juga memiliki lebih banyak strategi bertahan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Tercatat 16 persen dari UMKM dengan akses digital melakukan modifikasi produknya, 18 persen melakukan optimisasi penjualan online, dan hanya 11 persen yang melakukan restrukturisasi kredit. Sementara UMKM tanpa akses digital sebagian besar atau 26 persen mengandalkan restrukturisasi hutang sebagai strategi bertahan yang utama.
UMKM dengan akses digital dalam memasarkan dan menjual produknya juga memiliki durasi bertahan yang lebih baik dibandingkan usaha tanpa akses digital. Hasil survei memperlihatkan bahwa sebanyak 61 persen UMKM dengan akses digital dapat bertahan selama 3 bulan atau lebih pada kondisi pandemi Covid-19. Sementara hanya 56 persen UMKM tanpa akses digital dapat bertahan dengan durasi yang sama.
Selain akses digital, dukungan pemerintah melalui program PEN juga membantu UMKM untuk bertahan. Sebanyak 79 persen dari UMKM yang kami survei mengetahui adanya program PEN. Selanjutnya, sebesar 83 persen dari UMKM yang telah menerima atau dalam proses pendaftaran program PEN menyebutkan bahwa program tersebut membantu kondisi usaha mereka
Selain itu, berdasarkan analisa Office of Chief economist Bank Mandiri Andry Asmoro kinerja industri perbankan di triwulan III tahun ini masih relatif kuat di tengah pandemi. Hal ini dikarenakan berbagai stimulus dari Pemerintah dan Otoritas Moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan.
“Bank Mandiri melihat masih terdapat sektor-sektor yang prospektif untuk menjaga bisnis, seperti seperti FMCG, Farmasi, Healthcare dan telekomunikasi. Ditambah lagi, pada Kuartal III ini, khususnya bulan Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukan perbaikan kegiatan ekonomi dibandingkan bulan April dan Mei 2020,” kata Andry.
Sebagai contoh, penjualan kendaraan bermotor pada bulan Agustus 2020 sudah mencapai 37.291 unit setelah mencapai titik terendah yaitu 3.551 unit pada bulan Mei 2020. Meskipun demikian, angka penjualan bulan Agustus 2020 masih jauh dibawah angka rata-rata penjualan tahunan 2019 yang mencapai 85.577 unit. Tingkat hunian kamar hotel mulai membaik pada Juli 2020 menjadi 28,7 persen walaupun masih jauh dibawah sebelum periode Covid-19 yaitu 56,7 persen pada Juli 2020.
Sementara itu, harga-harga komoditas penting bagi perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19 masih tertekan. Sampai dengan 20 September 2019, harga minyak mentah turun sebesar 35 persen YTD, atau berada di sekitar USD43 per barrel; dan harga batubara pun turun sebesar 23% atau berada di tingkat USD52 per ton. Namun demikian, harga minyak kelapa sawit sejak bulan Juni sudah membaik dengan cepat dan sudah mencapai USD753 per ton, atau sudah sama dengan sebelum harga Covid-19 pada bulan Desember 2019. Harga karet pun membaik sebesar 20 persen YTD mencapai USD 2 per Kg.
“Data-data tersebut membuat kami merasa optimis bahwa ruang bagi ekonomi kita untuk bergerak masih terbuka, meski dihadapkan pada tekanan ekonomi global yang sangat terdampak pandemic Covid-19,” tambah Hery.
Andry Asmoro memprediksi perekonomian Indonesia tahun ini akan terkontraksi akibat Pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 diprediksi ada di kisaran -2 persen hingga -1 persen.
Proyeksi ini muncul karena sepanjang triwulan I pertumbuhan ekonomi nasional sudah melambat ke level 2.97 persen. Pada triwulan II/2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi hingga -5,32 persen. Memasuki triwulan III/2020, kondisi ekonomi diperkirakan sedikit membaik seiring dimulainya relaksasi PSBB.
Tekanan terhadap perekonomian Indonesia sejalan dengan dinamika ekonomi global, di mana banyak negara-negara sudah memasuki resesi kecuali Vietnam dan Tiongkok yang masih mencatat pertumbuhan positif. Namun demikian, resesi yang dialami Indonesia diperkirakan tidak akan sedalam negara-negara lain di Asia seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, maupun negara-negara maju di Kawasan Eropa dan AS. (*)
Editor: Rezkiana Np