Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan III 2023 hanya tumbuh 4,94 persen yoy, atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,01 persen yoy dan periode tahun sebelumnya di 5,73 persen. Pencapaian ini terendah sejak akhir tahun 2021.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan ini merupakan alarm perlambatan ekonomi yang tidak boleh diabaikan. Kinerja ekonomi perlu mendapat perhatian serius seiring momentum dimulainya kontestasi politik Pemilu 2024.
“Apalagi, para Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden perlu menjawab tantangan ekonomi saat ini dengan solusi yang mereka tawarkan melalui agenda ekonomi 5 tahun mendatang,” kata Tauhid dalam keterangannya, Selasa 7 November 2023.
Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi para Capres Dinilai Terlalu Optimistis
Menyikapi realisasi kinerja ekonomi di triwulan III 2023, pihaknya membeberkan sejumlah poin yang mempengaruhi perlambatan perekonomian di RI, yang juga patut diwaspadai untuk perekonomian kedepannya.
Pertama, ekonomi terpapar perlambatan global, akibat kenaikan harga komoditas beras, minyak bumi, dan emas dalam tiga bulan terakhir, Word Economic Forum pada Oktober 2023 memberikan peringatan bahwa inflasi dunia akan meningkat dari 6,8 persen menjadi 6,9 persen pada 2023.
Bahkan pada Emerging Market and Developing Economies meningkat lebih tinggi dari 8,3 persen menjadi 8,5 persen. Yang berkitbat pada kenaikan suku bunga acuan di negara maju, termasuk Bank Indonesia menjadi 6 persen.
“Konsekuensinya didalam negeri, hal ini melemahkan permintaan kredit hingga di bawah 10 persen. Kenaikan suku bunga memang dapat meredam fluktuasi pasar keuangan, namun hal ini juga akan berdampak pada terancamnya laju pertumbuhan ekonomi. Dengan situasi ini, maka tampaknya tekanan masih akan berlanjut hingga awal tahun 2024 manakala inflasi global masih tinggi, khususnya di negara mitra dagang utama Amerika, China maupun Uni Eropa,” jelasnya.
Kedua, ancaman krisis pangan yang mengkhawatirkan. Ancaman krisis pangan ini diperburuk dengan lonjakan harga beras medium dari rata-rata sebesar Rp10.000/kg menjadi di atas Rp13.000/kg.
Ketidakmampuan pemerintah menghadirkan harga beras yang stabil masih akan terus berlanjut hingga awal tahun 2024, meskipun impor beras telah dilakukan cukup banyak.
“Situasi ini dapat berakibat pada terganggunya stabilitas politik mengingat beras adalah kebutuhan semua penduduk di Indonesia, apapun status sosial- ekonominya,” ungkapnya.
Ketiga, kendornya kinerja ekspor, neraca perdagangan mencatatkan surplus 41 bulan, namun sebenarnya kinerja ekspor cenderung mengalami penurunan. Salah satu penyebab utama ekonomi Triwulan III 2023 turun adalah melemahnya sumbangan ekspor yang tumbuh -4,26 persen yoy.
“Beberapa negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China dan Korea Selatan mengalami perlambatan ekonomi sehingga diperkirakan impor dari Indonesia semakin berkurang. Situasi ini juga diperburuk oleh melemahnya permintaan beberapa komoditas utama ekspor, seperti minyak sawit, batubara, nikel, gas alam maupun minyak mentah dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” terang Tauhid.
Keempat, konsumsi pemerintah negatif, di tengah pemulihan ekonomi, konsumsi pemerintah Triwulan III justru tumbuh negatif 3,76 persen yoy, padahal di Triwulan II sempat tumbuh positif. Hal ini menunjukkan belanja pemerintah masih menjadi problem utama ketimbang penerimaan negara.
Baca juga: Ekonomi RI Tak Capai 5 Persen, Ini Dia Alasan Sri Mulyani
Kelima, daya beli masyarakat mulai tertekan, dengan kontribusi sebesar 52,62 persen dan pertumbuhan sebesar 5,06 persen pada Triwulan III 2023, konsumsi masyarakat masih tumbuh tinggi. Meski demikian, tekanan mulai terjadi mengingat konsumsi masyarakat pada Triwulan II 2023 masih bisa tumbuh 5,22 persen yoy dan Triwulan III 2022 sebesar 5,39 persen yoy.
Keenam, pelambatan penurunan pengangguran, tingkat pengangguran di Indonesia mengalami penurunan dari 5,86 persen di Agustus 2022 menjadi 5,32 persen Agustus 2023 atau menurun sebesar 0,54 point.
Ketujuh, industri membaik namun perlu waspada PHK, kinerja industri secara umum membaik di mana pertumbuhan sektor ini tumbuh sebesar 5,20 persen pada Triwulan III 2023.
Namun, lanjutnya, menyisakan beberapa industri yang tertekan oleh pelemahan pasar ekspor maupun pasar domestik sejak Januari 2023 yakni industri tekstil dan pakaian jadi -2,72 persen, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki -2,96 persen, industri karet, barang dari karet dan plastik -4,34 persen dan industri furniture -2,59 persen.
“Mengingat beban berat sektor-sektor tersebut dalam 6 bulan terakhir maka perlu waspada dampaknya terhadap efisiensi produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” katanya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra