Ekonomi Global Diprediksi Melambat di 2023, Bagaimana dengan Domestik?

Ekonomi Global Diprediksi Melambat di 2023, Bagaimana dengan Domestik?

Jakarta – Tahun 2023, ekonomi global diekspektasikan masih melambat seiring pengetatan kebijakan moneter global. Bahkan, dalam salah satu statement International Monetary Fund (IMF) mengatakan bahwa hampir sepertiga negara global di 2023 akan mengalami resesi.

Hal ini disampaikan oleh Henry Rialdi, Kepala Departemen Surveillance dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara virtual, Selasa, 10 Januari 2023. Menurutnya, secara global proyeksi ekonomi 2023 akan relatif lebih rendah. Namun, sifatnya dinamis, masih melihat perkembangan.

Ia menambahkan, terdapat sejumlah tantangan bagi perekonomian global tahun 2023 ini, diantaranya, dinamika global berpotensi meningkatkan volatilitas pasar yang dipercepat oleh ketegangan geopolitik. Kemudian, kontraksi likuiditas global dapat memicu terjadinya tekanan di sektor keuangan, termasuk pasar kripto.

Lalu, peningkatan inflasi global yang juga menjadi salah satu faktor penurunan pertumbuhan global, yang dapat menyebabkan resesi bahkan stagflasi. Selanjutnya, deglobalisasi, rantai pasok, dan sistem logistik dunia yang terdisrupsi. Dan terakhir, ancaman meluasnya perang terbuka maupun proxy war yang sedang dan mungkin panjang.

Dari tantangan global tersebut pun berdampak terhadap tantangan perekonomian di tingkat domestik. Terdapat lima tantangan domestik, diantaranya pertama, dampak penurunan permintaan global dan volatilitas harga komoditas yang perlu di dikelola. Kedua, kontraksi likuiditas global akan meningkatkan risiko pasar termasuk resiko mistmatch likuiditas LJK.

Ketiga, menjaga kinerja investasi dan tingkat konsumsi di tengah kenaikan biaya dana. Keempat, scarring effect pandemi terhadap sektor tertentu, dan kelima, digitalisasi sektor keuangan dan manajamen risiko siber.

“Hal lain yang akan menjadi tantangan di 2023 adalah selain isu global yang mempengaruhi perekonomian domestik, kita juga di tahap transisi keluar dari pandemi COVID-19. Transisi akan menimbulkan challenge baru terutama di Lembaga Jasa Keuangan/LJK, akan muncul dari beberapa relaksasi-relaksasi yang selama ini dikeluarkan dalam mitigasi resiko pandemi. Kemudian, isu terakhir yang mewarnai LJK tahun ini adalah digitalisasi sektor keuangan,” ujar Henry.

Menurutnya, terdapat juga tantangan domestik dari kebijakan hilirisasi sektor komoditas, konsolidasi fiskal dengan pemerintah menargetkan deficit fiskal 2023 sebesar 2,84% terhadap PDB. Lalu, 2023 ini persiapan tahun politik dengan kecenderungan dunia usaha yang akan wait & see untuk berinvestasi.

“Tahun politik cukup menarik pemerintah saat ini akan berubah dalam arti setelah pemerintahan dua periode. Jadi ada perubahan dari sisi pemerintah. Yang akan diperhatikan pola kebijakan apakah sustain atau berubah,” tambahnya.

Kendati demikian, di tengah tantangan global maupun domestik yang tidak mudah, pihaknya-dalam hal ini OJK melihat, dari sisi ketahanan sektor jasa keuangan maupun ekonomi dalam negeri relatif masih kuat dan OJK optimis tahun ini suistanability dari LJK dan perekonomian domestik mampu tumbuh cukup baik. Selain itu, OJK juga sedang mempersiapkan kebijakan-kebijakan untuk memperkuat sektor jasa keuangan.

“Tahun ini, OJK akan mengeluarkan kebijakan dari dua sisi, pertama kebijakan dalam arti transisi keluar dari pandemi dan juga kebijakan yang meningkatkan ketahanan LJK dalam antisipasi resiko serta kebijakan untuk maintanance votality pasar. Di sisi lain, OJK akan mengkombinasikan dan mendorong intermediasi dari LJK maupun pasar keuangan,” tutupnya. (*) Ayu Utami

Related Posts

News Update

Top News