Di satu sisi, tren pelemahan Rupiah, dapat mendorong volume ekspor Indonesia sebagaimana harga barang akan menjadi lebih murah. Apriyani Kurniasih.
Jakarta–Kekhawatiran akan semakin dalamnya keterpurukan perekonomian Tiongkok daripada sebelumnya terus terbayang akibat adanya penurunan bursa saham negara tersebut yang cukup signifikan, yang diikuti pelemahan data yang tidak terduga pada akhir bulan. Hal ini sangat mempengaruhi sentimen investor dan membawa penurunan semakin jauh pada komoditas dan mata uang perekonomian yang terkait ekspor komoditas.
Sebagai salah satu mata uang yang terkepung tekanan gravitasi investasi sebagai dampak ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan tingkat suku bunga, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus merosot di rentang terendah Rp13.249,3 dan tertingginya di Rp13.509,8 per Dolar AS. Tren tersebut dapat mendorong volume ekspor Indonesia sebagaimana harga barang akan menjadi lebih murah. Namun ada resiko bahwa pelemahan harga emas dapat memukul performa PDB(Produk Domestik Bruto), di mana Indonesia adalah negara yang memasok sekitar 4% ekspor emas dunia.
Jameel Ahmad, Kepala Analisis Pasar FXTM menungkapkan, sentimen investor terhadap Rupiah sedang tertekan dan terdorong oleh beberapa faktor, seperti ramalan bahwa tingkat suku bunga AS tetap kuat dan perekonomian Indonesia yang mengalami imbas negatif dari pelemahan harga komoditas.
“Selain itu, devaluasi Rupiah tengah menyelaraskan resiko inflasi karena nilai tukar yang lemah akan menjadikan harga produk impor semakin mahal. Tampaknya perekonomian Indonesia akan terus menghadapi resiko penurunan dan Rupiah terus mengalami tekanan sebagai akibatnya,” ujar Jameel.