Poin Penting
- Sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 di kisaran 5,0–5,05 persen yoy, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 5,12 persen yoy.
- Daya beli masyarakat tetap kuat dengan pertumbuhan konsumsi sekitar 5,0 persen yoy, didukung inflasi rendah (2,65 persen yoy) dan harga energi yang menurun.
- Kinerja ekspor membaik (tumbuh 10–11 persen yoy) dan impor melambat, memberikan kontribusi positif terhadap net ekspor.
Jakarta – Menjelang rilis resmi data pertumbuhan ekonomi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/11), sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kurtal III 2025 melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,12 persen yoy.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen yoy di kuartal III 2025.
“Pertumbuhan diperkirakan didorong oleh daya tahan belanja rumah tangga dan kinerja eksternal yang membaik, mengimbangi perlambatan aktivitas investasi dan belanja pemerintah,” kata Andry dalam keterangannya, Selasa, 4 November 2025.
Dia merinci, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap kuat di angka 5,0 persen yoy. Hal ini didukung oleh pertumbuhan penjualan ritel yang lebih tinggi dengan rata-rata 4,7 persen yoy, yang mencerminkan permintaan domestik yang berkelanjutan di tengah inflasi yang terkendali.
Namun, aktivitas investasi diproyeksikan melambat menjadi 4,5 persen yoy, dibandingkan 7,0 persen pada triwulan II 2025. Selain itu, belanja pemerintah diperkirakan mencatat kontraksi 2,5 persen yoy, dibandingkan 0,3 persen pada triwulan II 2025), sejalan dengan aliran belanja fiskal yang turun 2,9 persen yoy.
“Aliran belanja pemerintah pusat juga mengalami kontraksi sebesar 5,1 persen yoy, menunjukkan laju realisasi anggaran yang terukur,” tambahnya.
Baca juga: Purbaya Klaim Penempatan Dana ke Himbara Bikin Likuiditas Perekonomian Meningkat
Sementara, pertumbuhan ekspor diproyeksikan naik sebesar 11,0 persen yoy, dibandingkan 10,7 persen pada triwulan II 2025, sementara impor melambat lebih tajam menjadi 3,2 persen.
“Dinamika ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi ekspor neto, memberikan dukungan terhadap pertumbuhan PDB secara keseluruhan di tengah kondisi perdagangan global yang masih rapuh,” [ungkas Andry.
Sama halnya dengan Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 diperkirakan berkisar sebesar 5,04 persen, melambat dari kuartal sebelumnya.
Josua menyatakan, perekonomian kuartal III 2025 pada dasarnya ditopang oleh dua mesin utama, yakni belanja rumah tangga sekitar 4,94 persen dan investasi (PMTB) sekitar 4,96 persen.
Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh positif setelah dua kuartal sebelumnya mencatatkan pertumbuhan yang terkontraksi.
Dari sisi rumah tangga, dorongan utamanya adalah harga yang relatif terkendali sehingga daya beli terjaga. Pada September 2025, inflasi umum tercatat 2,65 persen yoy, sedangkan inflasi inti tercatat 2,19 persen yoy, bahkan komponen energi mengalami deflasi secara tahunan.
“Artinya, biaya kebutuhan dasar tidak melonjak dan ruang untuk konsumsi non-pokok tetap ada,” ujar Josua.
Di saat yang sama, likuiditas perekonomian mendapat dorongan dari pelonggaran moneter dan penempatan dana pemerintah di perbankan, yang tercermin pada kenaikan uang beredar dan penurunan suku bunga pasar uang.
Di perbankan, setelah periode kehati-hatian pada triwulan III, standar penyaluran kredit diperkirakan melonggar pada triwulan IV, mendukung pembiayaan investasi menjelang akhir tahun.
Secara keseluruhan, bauran kebijakan moneter yang longgar, tambahan likuiditas dari penempatan dana pemerintah, dan denyut sektor manufaktur membuat PMTB bertahan mendekati kisaran 4,96 persen.
Untuk investasi, gambarnya juga konstruktif. Sisi bangunan terdorong oleh proyek infrastruktur dan program prioritas (termasuk perumahan dan program MBG) yang menjadi jangkar aktivitas konstruksi.
“Sisi nonbangunan ikut ditopang oleh perbaikan pesanan di pabrik, dengan indikator PMI yang tetap berada di zona ekspansi, menandakan pabrik menambah produksi dan kebutuhan mesin tetap hidup,” tambahnya.
Konsumsi pemerintah pada kuartal ini cenderung membaik dibandingkan 2 kuartal sebelumnya, dimana laju konsumsi pemerintah diperkirakan berkisar 4,06 persen yoy. Meskipun realisasi belanja pusat hingga 30 September baru sekitar 60 persen dari target.
“Sementara realisasi belanja modal baru sekitar separuh dari pagu, namun realisasi belanja pemerintah daerah menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kuartal III 2025,” imbuh Josua.
Dari eksternal, net ekspor diperkirakan kembali meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya mempertmbangkan kinerja ekspor non-migas pada kuartal III-2025 tercatat tumbuh 10,7 persen yoy, sementara impor non-migas tercatat terkontraksi tipis 0,8 persen yoy.
Adapun Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, Ryan Kiryanto memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal III 2025 berkisar 4,9-5,0 persen yoy, didukung oleh terjaganya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sekitar 4,6 persen.
Baca juga: Bos BI Ungkap 5 Langkah Strategis Hadapi Tantangan Ekonomi Regional
Ryan menyebut, terjaganya investasi langsung (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) baik PMA maupun PMDN yang diprediksi tumbuh berkisar 6 persen. Sementara ekspor juga tumbuh berkisar 8 persen dan impor tumbuh 9 persen. Sedangkan belanja pemerintah tumbuh kuat berkisar 5 persen.
“Secara umum proyeksi pertumbuhan PDB di kuartal III sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2025 yang sebesar 5,12 persen yoy,” kata Ryan.
Alhasil, kapasitas mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2025 berkisar 5,0-5,1 persen yoy. Menurutny, ini bukan capaian yang buruk di tengah perlambatan ekonomi global dari 3,3 persen di 2024 menjadi 3,2 persen di 2025 menurut perkiraan IMF terbaru pada Oktober 2025.
Ryan menambahkan, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5 persen di 2025 menjadi modal berharga untuk terus melaju di 2026 pada kisaran 5,1-5,3 persen.
“Namun ini dengan syarat suku bunga terus melandai didukung kebijakan fiskal ekspansif serta iklim investasi dan bisnis yang kondusif dan ramah investor,” tandasnya. (*)
Editor: Galih Pratama









