Jakarta – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan dua kunci penting agar ekonomi tetap tumbuh positif di tahun politik 2023. Dua kunci penting tersebut yakni stabilitas politik dan kepastian hukum.
Menurut Airlangga, penting untuk melakukan kompetisi yang sehat sesuai regulasi dan menjaga stabilitas politik. Mengingat iklim positif perekonomian suatu negara sangat ditentukan dengan stabil tidaknya kondisi politik di negara tersebut.
“Ya sejauh kita melakukannya bersama-sama. Secara politik, di tengah tahun politik ini konsolidasi juga berlangsung, artinya kita berkompetisi sesuai dengan regulasi dan stabilitas politik kita bisa jaga, karena kuncinya adalah stabilitas politik,” ungkap Ketum Golkar itu.
Pernyataan Airlangga tersebut diamini asosiasi pengusaha indonesia (Apindo). Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mengatakan, perekonomian Indonesia berpotensi untuk tumbuh di 2023, ketika stabilitas politik tetap terjaga meskipun memasuki tahun politik.
“Ketika pemerintah bisa terus mendorong stabilitas politik dan sosial, maka ini menjadi hal positif, karena perputaran ekonomi jadi tambah besar, dan belanja belanja pemerintah maupun swasta akan menjadi tinggi di tahun 2023, dengan catatan pemerintah bisa menjaga stabilitas sosial maupun politik,” kata Ajib dikutip 24 Januari 2023.
Dalam bidang ekonomi, dunia usaha akan mendapatkan keuntungan dari kestabilan sosial politik di ‘tahun politik’ ini. Maka dia mengapresiasi berbagai kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan politik dan kepastian hukum dalam bidang investasi.
“Karena dari sisi dunia usaha itu tentunya sangat memperhatikan bagaimana kepastian hukum dan stabilitas sosial maupun politik. Itu menjadi prasyarat mutlak bagaimana investasi bisa berkembang dan menjadi prasyarat bagaimana ekonomi bisa tumbuh dengan konsisten,” ujar Ajib.
Investor tentu akan berhati-hati dalam menanamkan uang mereka. Maka Indonesia, setelah sukses dalam tugas Presidency G20 tahun 2022 lalu, Ajib mengatakan, adalah modal pemerintah Indonesia menarik investor dan mencapai target Rp1400 triliun investasi.
“Presidency G20 itu menjadi modal untuk bagaimana terus menumbuhkan kepercayaan investor bahwa Indonesia ini menjadi tempat yang menarik untuk investasi, karena ada dua hal yang menjadi pertimbangan investor untuk secara sustain melakukan investasi di Indonesia maupun negara lain, masalah keuntungan,” tambah Ajib.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menambahkan, stabilitas politik pasti akan terganggu ketika momen pemilu. Ketidakstabilan politik itu harus mampu diredam agar tidak mengubah dan mengganggu tatanan sosial dan ekonomi.
“Tentang stabilitas politik, bagaimanapun ketika tahun pemilu, stabilitas politik itu akan terganggu. Cuma jangan sampai instabilitas politik itu mempengaruhi public order, tatanan masyarakat,” paparnya.
Dinamika politik di tingkat elite agar tidak menyebar ke akar rumput. “Jangan sampai dinamika politik yang ada di tingkat elite meluas ke grass root,” tegas dia.
Terkait dengan faktor kepastian hukum, Yose menegaskan bahwa hal itu mutlak tetap harus ada, meskipun memasuki tahun pemilu atau tidak. “Ada atau tidak ada pemilu tentunya kepastian hukum itu pasti diperlukan. Kita memang harusnya sadar bahwa kepastian hukum ini merupakan satu hal yang given, sudah pastilah dalam menunjang perekonomian kita,” jelasnya.
Kendati demikian, kepastian hukum di Indonesia masih jauh dari kata ideal. “Tetapi kita tahu juga selama ini kepastian hukum masih jauh dari yang diharapkan,” tandasnya.
Yose justru menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang/Perpu Cipta Kerja mensinyalkan adanya ketidakpastian hukum. Karena putusan yang sudah ditetapkan oleh MK, kemudian dilanggar oleh pemerintah walaupun dengan dalih dasar legal. “Memang perlu kepastian hukum, tapi sebenarnya dengan mengeluarkan perppu, pemerintah itu juga mensinyalkan ketidakpastian hukum,” tukasnya.
Yose menilai Perppu Ciptaker menjadi semacam jalan pintas yang digunakan untuk menyiasati aturan hukum. “Ini shortcut, memang ada dasar hukumnya, tetapi kalau shortcut seperti itu kan malah saya pikir itu bahwa pemerintah kok bisa dengan seenaknya mengubah-ubah kepastian hukum,” tutup dia. (*)