Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) (Persero) melakukan penandatanganan Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri/Subsidiary Loan Agreement (PPLN/SLA) dalam rangka Pembiayaan Development of Pumped Storage Hydropower in The Java-Bali System Project. Proyek ini bernilai sebesar US$610 juta (Rp8,7 triliun) yang berasal dari Bank Dunia dan AIIB.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Pumped Storage dengan kapasitas 1040 megawatt (MW) yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang signifikan pada saat beban puncak terutama untuk kawasan yang membutuhkan permintaan tenaga listrik yang besar (Jawa Barat dan Jabodetabek). Selain itu, PLTA ini juga mendukung transisi energi dan pencapaian tujuan penurunan emisi karbon di Indonesia.
“SLA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan oleh PT PLN untuk membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia, terutama pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). EBT atau Sustainable Energy Transition adalah salah satu isu prioritas Presiden dalam program pembangunan nasional/RPJMN yang harus kita dukung bersama. Sustainable Energy Transition ini juga menjadi salah satu topik penting yang diangkat pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022,” sebut Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Hadiyanto pada keterangannya, Senin, (14/03/2022).
Hingga akhir Desember 2021, pembiayaan EBT melalui SLA yang telah disalurkan oleh Kemenkeu adalah sebesar JPY80,38 miliar dan US$441,80 juta atau ekuivalen dalam mata uang rupiah sebesar Rp16,26 Triliun.
Adapun komitmen pembiayaan SLA untuk EBT yang belum disalurkan US$197,5 juta (Rp2,82 triliun), sedangkan pembiayaan EBT yang masih proses SLA dan LA sebesar US$957,50 juta atau ekuivalen dalam mata uang rupiah sebesar Rp13,66 triliun.
Pembiayaan tersebut digunakan untuk proyek pembangunan PLTA dan geothermal serta fasilitas pembiayaan hijau (Green Finance Facility). SLA untuk pembiayaan di sektor energi tersebut disalurkan kepada PT PLN dan PT Pertamina serta PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang merupakan lembaga pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya, pemberian SLA tercatat telah memberikan manfaat pada berbagai sektor.
Beberapa di antaranya adalah; 1) Pembangunan infrastruktur pada sektor energi untuk pencapaian program energi listrik 35.000 megawatt melalui pembiayaan untuk transmisi, gardu induk, dan pembangkit listrik baik energi tidak terbarukan maupun energi terbarukan; 2) Sektor transportasi seperti jalan tol, kereta rel listrik (KRL) dan Mass Rapid Transit Jakarta, 3) Sektor kesehatan untuk pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, dan 4) Sektor perdagangan untuk pembangunan pasar-pasar modern di berbagai daerah.
Lebih jauh, Hadiyanto berpesan kepada PT PLN agar melaksanakan proyek-proyek yang dibiayai oleh SLA ini dengan sebaik mungkin dan wajib menekan seminimal mungkin potensi keterlambatan dalam pelaksanaan pembangunan proyek dimaksud. Dengan dana yang besar dan pekerjaan pembangunan yang penuh tantangan, PLN diminta membuat jadwal dan mengawasi secara ketat setiap pengerjaan proyek, dimulai sejak masa persiapan, pembangunan, hingga masa pemeliharaan proyek. (*)