Jakarta – Pelaku Industri fintech pendanaan yang merupakan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersiap penuhi seluruh ketentuan dalam peraturan OJK No.10/POJK.05/2022 sehingga akan turut menyukseskan fokus G-20 yakni transformasi ekonomi digital.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI yang juga CEO dan Co-Founder Dompet Kilat, Sunu Widyatmoko, mengatakan dari 102 anggota yang terdiri dari para penyelenggara fintech P2P lending atau fintech pendanaan di tanah air semuanya menyambut baik kehadiran POJK 10/2022.
Lanjut dia, peraturan baru ini telah sesuai dengan ekspektasi para penyelenggara, dimana dalam dua tahun terakhir telah mengikuti secara rutin berdiskusi dan memberikan masukan kepada OJK untuk ketentuan di dalamnya.
“Para anggota AFPI berkomitmen penuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru yang memang tujuannya untuk memperkuat industri fintech pendanaan. Dengan demikian dapat turut menyukseskan fokus G-20 yakni transformasi ekonomi digital. Pelaku industri maupun asosiasi bahkan jauh-jauh hari sudah melakukan penyesuaian. Dalam POJK terbaru ada klausul yang mana pemenuhannya diberikan ruang penyesuaian hingga 3 tahun kedepan pasca diberlakukannya,” ujar Sunu dalam diskusi Press Club secara virtual, Jumat, 22 Juli 2022.
Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah menambahkan, untuk memperkuat industri fintech pendanaan di tanah air, pelaku industri telah melakukan berbagai langkah termasuk menyesuaikan aturan-aturan di AFPI. Diantaranya, seluruh penyelenggara fintech pendanaan legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, mikrofon, dan location). Jika ada yang melebihi akses CAMILAN ini, berarti pinjol illegal.
“AFPI juga menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi untuk penyelenggara Fintech, khususnya kepada komisaris dan direksi dan pemegang saham dalam rangka peningkatan kompetensi, selain sertifikasi kepada tenaga penagihan, customer service dan jabatan-jabatan lainnya secara bertahap. Pelatihan dan sertifikasi ini tujuannya untuk membangun industri fintech pendanaan yang handal, sehat dalam mendukung akselerasi peningkatan inklusi keuangan,” ucap Kuseryansyah.
Kemudian, terkait data, AFPI juga telah mengembangkan Fintech Data Center (FDC), yang mengintegrasikan data antara penyelenggara fintech pendanaan satu dengan lainnya. Data center digunakan untuk menghindari terjadinya fraud, mencegah pinjaman berlebih dimana satu peminjam meminjam di banyak penyelenggara, termasuk untuk mengetahui status kelancaran pinjaman saat ini dan kualitas pembayaran pada pinjaman sebelumnya.
Baca juga : Ketentuan Modal jadi Rp25 Miliar, AFPI Siap Penuhi Aturan POJK No.10
Adapun, berdasarkan data OJK per Mei 2022, Fintech Pendanaan telah bekerjasama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman. Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman dan dari data outstanding menunjukan penyaluran pinjaman dari industri fintech pendanaan per Mei 2022 sebesar Rp40,17 triliun, atau meningkat 54,14% dari posisi Mei 2021 yang masih sebesar Rp21,74 triliun. (*) Khoirifa.