Jakarta – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut potensi kredit karbon di Indonesia masih cukup besar. Sejak 2014 hingga 2020, tercatat sekitar 557 juta ton CO2 dalam bentuk kredit karbon telah terverifikasi.
Melihat hal itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan bahwa jumlah tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Salah satunya melalui bursa karbon yang telah diluncurkan pada 2023 sebagai langkah untuk menghadapi ketidakpastian global yang semakin meningkat.
“Sebanyak 557 juta ton kredit karbon yang telah terverifikasi di Indonesia yang akan dimanfaatkan seoptimal mungkin transaksinya dilakukan melalui bursa karbon. Hal ini merupakan perkembangan yang sangat baik sejak tahun lalu kita sudah meluncurkan bursa karbon di Indonesia,” ucap Mahendra dalam sambutannya pada CEONetworking dikutip, Rabu, 27 November 2024.
Baca juga: Pramono-Rano Menang 1 Putaran Versi Quick Count LSI, SMRC dan Charta Politika
Diketahui bursa karbon atau IDXCarbon yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), per 26 September 2024 mencatat kenaikan jumlah Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) yang diperdagangkan dari 459.953 ton CO2e menjadi sebesar 613.894 ton CO2e, dengan nilai transaksi meningkat dari Rp29,21 miliar menjadi Rp37,06 miliar.
Melihat peluang tersebut, Mahendra menyampaikan bahwa, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah yang semakin efektif dalam mendukung ekosistem kebijakan bursa karbon agar semakin lengkap.
“Sebagai catatan sampai saat ini itu kita masih menunggu bagaimana kebijakan dan pengaturan terkait dengan batas-batas emisi dari perusahaan-perusahaan strategic yang banyak menghasilkan emisi karbon maupun juga bagaimana langkah penerapan pajak karbon ke depan sehingga dalam konteks ekosistem pengaturan, kebijakan, dan mendorong pasokan permintaan dari karbon jadi efektif,” imbuhnya.
Baca juga: Waskita Karya Garap 12 Proyek di IKN, Nilainya Capai Rp8,1 Triliun
Ia juga menambahkan bahwa optimalisasi kredit karbon menjadi bagian dari strategi menghadapi ketidakpastian geopolitik, sekaligus mendukung keuangan berkelanjutan dan transisi menuju perekonomian rendah karbon di Indonesia. (*)
Editor: Yulian Saputra