Jakarta – Salah satu saham sektor asuransi umum yang dijagokan di tengah meningkatnya tantangan dan risiko di perekonomian adalah PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU).
Hal tersebut tak lepas dari kekuatan permodalan perseroan yang solid. Merujuk laporan keuangan induk non-konsolidasi pada April 2024, posisi Risk Based Capital (RBC) TUGU berada di 547 persen. Nilai tersebut meningkat dari posisi di akhir tahun yang berada di 530 persen.
TUGU mencatatkan jumlah tingkat solvabilitas mencapai Rp4,25 triliun, sementara dari sisi Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR) sebesar Rp778 miliar.
RBC sendiri merupakan salah satu indikator penting di dunia asuransi tak terkecuali asuransi umum. RBC menunjukkan kekuatan dan tingkat solvabilitas suatu perusahaan asuransi. Nilai RBC sendiri diperoleh dengan menghitung selisih jumlah aset yang diperkenankan dengan liabilitas (tingkat solvabilitas) dibagi dengan MMBR.
Baca juga: Laba Tugu Insurance Melonjak 96,1 Persen, Ditopang Pertumbuhan Premi dan Hasil Investasi
Sementara aset yang diperkenankan merupakan total aset yang diperkenankan dalam perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Tingginya tingkat solvabilitas TUGU secara garis besar menunjukkan kualitas aset TUGU yang baik.
TUGU secara konsisten mencatatkan rasio RBC di atas 500 persen, jauh di atas batas minimum yang diperkenankan oleh regulator OJK yang mensyaratkan 120 persen untuk industri asuransi umum.
Berdasarkan catatan Edo Ardiansyah dari Phillip Sekuritas, dari 11 perusahaan asuransi umum yang berstatus public di Indonesia, rasio RBC berada di 387 persen per April 2024. Menurutnya, tingkat solvabilitas industri asuransi umum masih dalam kondisi baik.
Namun Edo juga memberikan catatan, bahwa rasio RBC asuransi umum per April tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 yang berada di 431 persen. Kondisi tersebut kontras dengan posisi RBC TUGU yang justru meningkat.
“Posisi RBC TUGU jauh di atas ketentuan minimal dan di atas industri. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan yang solid dalam menyerap berbagai risiko yang ada,” kata Edo.
Ia juga menjelaskan bahwa kondisi pasar keuangan yang bergejolak dengan adanya kenaikan yield obligasi, volatilitas harga saham serta tren depresiasi nilai tukar rupiah akan berdampak pada industri asuransi umum. Asuransi dengan kekuatan modal dan tingkat solvabilitas yang tinggi lebih diunggulkan dalam kasus ini.
“RBC memperhitungkan berbagai risiko. Apabila nilai RBC tinggi maka kemampuan menyerap risiko baik risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko asuransi dan risiko operasional menjadi lebih baik” ujar Edo.
Sementara terkait dengan depresiasi nilai tukar rupiah, Raditya Krisna Pradana analis Kanaka Hita Solvera menjelaskan hal ini perlu diperhitungkan oleh industri asuransi umum, terutama mereka yang memiliki eksposur ke valuta asing.
Baca juga: Catatkan Kinerja Solid di Kuartal I 2024, Begini Prospek Keuangan TUGU
Namun untuk kasus TUGU, depresiasi nilai tukar rupiah risikonya dapat dikelola dengan baik mengingat perseroan berada pada posisi yang solid karena sudah melakukan hedging dengan menerapkan strategi minimizing mismatch antara aset dan liabilitas dalam valuta asing.
Kinerja keuangan TUGU (induk) di sepanjang empat bulan tahun 2024 juga menunjukkan pertumbuhan laba operasional yang signifikan. Laba usaha TUGU (induk) mencapai Rp267,7 miliar atau meningkat 96,1 persen secara year-on-year dari periode yang sama tahun sebelumnya di Rp136,5 miliar.
TUGU (induk) mencatat hasil underwriting pada April 2024 sebesar Rp302,9 miliar. Hasil underwriting TUGU meningkat pesat sebesar 58,5 persen yoy dari April 2023 yang hanya Rp191,2 miliar. (*)