Jakarta – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah salah satu ujung tombak perekonomian. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang menjamin kemudahan pelaku UMKM mendapatkan bantuan modal untuk mengembangkan usahanya.
Saah satu permasalahan klasiknya,
adalah tidak mampu memenuhi persyaratan perbankan (bankable). Ini menjadi salah satu
hal yang diperjuangkan salah satu parpol yakni NasDem untuk kesejahteraan masyarakat. Jaminan perizinan lewat perundangan, harusnya disederhanakan.
“Perlu ada sebuah platform yang memberikan jaminan perizinan yang sangat sederhana. Dan harus dalam bentuk perundangan-undangan,” ujar politisi Partai NasDem, Ade Sudrajat Usman, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 26 Februari 2019.
Menurutnya, aturan yang akan dikeluarkan nantinya harus bankable, atau cukup dengan NPWP maka UMKM sudah bisa mendapatkan modal. “Bahwa kalau sudah ber-UMKM, ber-NPWP, dan perputarannya misalnya tidak lebih dari Rp50 juta per bulan itu sudah bisa dibantu perizinannya,” tegasnya.
Lebih lanjut dirinya berpendapat, bahwa egala perundang-undangan di Indonesia harus terus diperbaharui sesuai dengan kondisi saat ini. “Kita perlu membuat undang-undang UMKM yang sesuai kondisi dan situasi saat ini. Harus teratur dan terarah,” imbuhnya.
Dalam mengembangkan UMKM, tambah dia, maka koordinasi dibutuhkan agar tidak terjadi tumpang tindih. Karena, saat ini pengembangan UMKM masih dilakukan oleh berbagai kementerian dan instansi. “Pengembangam UMKM masih overlapping. Baiknya tidak boleh tumpang tindih, harus di satu titik,” terangnya.
Menurutnya, perlu adanya sebuah data terbaru terkait perkembangan UMKM di Indonesia. Data tersebut yang nantinya dapat dijadikan tolak ukur dan rencana pengembangan UMKM ke depan.
“Data harus update, misalnya berapa ribu UMKM yang baik kelas. Itu juga untuk melihat keberhasilan ekonomi kita, berapa pengangguran kita. Karena sudah pasti itu akan berdampak. Kalau tidak ada UMKM yang naik kelas, artinya perekonomian stagnan,” tutur Ade.
Di kesempatan lain, politisi Partai NasDem Irma Suryani juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan sektor produktif bagi UMKM. Yaitu dengan skema Kredit Usaha (KUR) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik usaha.
“Merekomendasikan pada pemerintah agar meningkatkan akses pembiayaan bagi usaha-usaha ultra- mikro melalui parlemen atau fraksi,” kata Irma.
Dirinya merekomendasikan kepada pemerintah untuk membantu usaha kecil dan menengah agar dapat mengekspor produknya ke luar negeri terutama dengan menggunakan teknologi digital. Kemudian, mendorong pemerintah untuk meneruskan pembangunan dan rehabilitasi pasar rakyat.
“Mendorong berkembangnya market place yang berorientasi ekspor, baik yang bersifat business to business ataupun business to consumers,” ucapnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdulah menyebutkan meskipun perbankan sulit mengucurkan kredit bagi UMKM, namun terdapat skema credit channelling yang memungkinkan UMKM untuk mendapatkan kredit.
Lewat skema ini, perbankan bisa memberikan kredit ke koperasi, yang selanjutnya kredit dapat diteruskan ke UMKM. “Biasanya yang unbankable itu bisa jadi anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Kalau anggota KSP dana itu ga usah pakai jaminan. Tetapi enggak bisa lebih lebih banyak, paling Rp5 juta,” jelasnya.
Skema ini, lanjut Rusli, menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak bankable untuk mendapat akses dana dari koperasi. Menurutnya, mayoritas Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada saat ini sudah bisa mengucurkan dana kepada anggotanya termasuk pelaku UKM tanpa menaruh jaminan.
“Banyak koperasi simpan pinjam KUD di desa misal, udah enggak usah pakai jaminan. Jaminannya ya usahanya itu, enggak perlu BPKB dan lain-lain. Karena mungkin trust-nya itu udah kenceng di situ,” paparnya. (*)