Jakarta – Dewasa ini, proyek berkelanjutan menjadi suatu topik yang sering dibahas, mengingat proyek tersebut diharapkan mampu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, atau malah memperbaikinya. Proyek berkelanjutan ini juga penting diterapkan di sektor perbankan.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh pakar finansial dari London Institute of Banking and Finance (LIBF), Clarisse Simonek. Dirinya menjelaskan perlunya sektor perbankan menerapkan proyek berkelanjutan atau sustainable banking di perusahaan mereka.
“Sustainable banking membuat perbankan lebih sadar akan lingkungan hidup dan bagaimana kita melihat pada stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,” terang Clarisse dalam webinar yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertajuk Managing Environmental, Social, and Governance Risks and Opportunities pada Kamis,19 Oktober 2023.
Baca juga: Citi Indonesia Kucurkan Pembiayaan Berkelanjutan ke Coca-Cola, Segini Nilainya
Menurut Clarisse, sejatinya proyek berkelanjutan ini juga berlaku kepada lembaga atau usaha yang memerlukan modal, melihat apakah mereka mampu mewujudkan isi Perjanjian Paris, yang pada dasarnya berisikan kewajiban bagi negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menekan dan mengurangi emisi karbon.
“Ini juga memungkinkan melihat sektor-sektor yang berkontribusi sebagai penyumbang emisi terbesar, memastikan apakah mereka bisa melakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” jelas Clarisse.
Dalam hal ini, Clarisse juga mengatakan pentingnya penyelarasan terhadap aturan perbankan kepada perusahaan dalam segi pembiayaan, norma, mengolah risiko, dan stabilitas keuangan.
Sementara, untuk mengimplementasikan proyek berkelanjutan di pilar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), Clarisse menyebut ada banyak cara bagi perusahaan atau perbankan dalam membagi prioritas mereka untuk topik ini.
Baca juga: Begini Kontribusi Bank DBS Indonesia Dorong Ekonomi Hijau Berkelanjutan
“Tidak ada standar yang berlaku terkait tema-tema keberlanjutan. Masing-masing lembaga keuangan bisa membagi prioritas di ESG dengan berbeda,” ujarnya.
Sebagai contoh, di bagian lingkungan, ada perusahaan yang berfokus terhadap polusi, keanekaragaman hayati, atau perubahan iklim. Sementara dari sisi sosial, ada yang mengutamakan kesehatan dan keamanan, standar pekerja, atau hak asasi manusia. Begitu seterusnya.
“Tidak masalah selama apa yang kita lihat adalah keseluruhan dari isu lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola,” pungkasnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso