Jakarta– Perbaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal empat 2015, diperkirakan berdampak pada pelebaran defisit transaksi berjalan. Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy memperkirakan defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi USD 5,2 miliar atau sebesar 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai USD4 miliar atau 1,9% terhadap PDB.
“Melebarnya CAD (Curent Account Defisit) merefleksikan perbaikan ekonomi,” kata Leo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis 11 Februari 2016. Leo mengatakan pelebaran defisit transaksi berjalan itu diperkirakan terjadi karena menurunnya angka surplus perdagangan ke angka USD369 juta dari USD2,7 miliar.
Defisit transaksi berjalan sendiri dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2015 tercatat sebesar 4 miliar dolar AS (1,86% dari PDB), membaik dibandingkan dengan defisit di triwulan III-2014 sebesar 7 miliar dolar AS(3,02% dari PDB) maupun defisit di triwulan II-2015 sebesar 4,2 miliar dolar AS (1,95% dari PDB).
“Sejalan dengan membaiknya fundamental ekonomi dalam negeri, Kami ekspektasikan surplus financial account akan mengalami kenaikan ke angka US$8,6 miliar di kuartal empat 2015 dari sebelumnya US$ 1,2 miliar di kuartal tiga 2015 yang didorong oleh investasi protfolio,” tambahnya.
Sementara neraca pembayaran untuk periode kuartal empat 2015 diperkirakan mencapai US$3,5 miliar. Dengan perkembangan tersebut, Bank Sentral diperkirakan akan merelaksasi kebijakan moneter bila neraca pembayaran sesuai ekspektasi.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengatakan, defisit neraca transaksi berjalan sepanjang 2015 diperkirakan berada di kisaran 2% dari PDB, lebih baik dibandingkan pada 2014 lalu yang mencapai 3,1% dari PDB. Sementara di 2016, CAD memang diperkirakan akan cukup tertekan karena pemerintah mendorong investasi dan pembangunan infrastruktur dan berdampak pada peningkatan impor. Bank sentral memprediksi defisit neraca transaksi berjalan pada tahun ini akan berada di kisaran 2,6-2,7% dari PDB.
“Kami yakini kalau itu masih antara 2,5-3% itu masih sustainable,” kata Agus belum lama ini.(*) Ria Martati