Jakarta – Masih banyak tantangan yang dihadapi para pelaku UMKM Indonesia untuk berkembang. Selain permodalan, pengelolaan keuangan juga menjadi kendala yang dihadapi mereka.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan secara tatap muka oleh Bank OCBC bersama NielsenIQ, pengelolaan keuangan UMKM berada di status waspada, yaitu dengan rata-rata Business Fitness Index (BFI) sebesar 43,84 dari skor ideal 75.
Inggit Primadevi, Director Consumer Insights NielsenIQ Indonesia mengatakan, riset tersebut melibatkan 818 sample UMKM di Indonesia. Semua dilakukan dengan tatap muka menggunakan survei platform digital.
“Yang kita interview adalah pemilik UMKM, atau penanggung jawab UMKM. Kita lakukan dengan tatap muka,” kata Inggit dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023.
Baca juga: Cara OCBC NISP Bantu UMKM Naik Level
Adapun pengukuran kesehatan financial UMKM terdiri dari tiga pilar. Pertama, penilaian terkait dengan pengelolaan bisnis. Salah satu aspek yang diukur mengenai pemenuhan kewajiban financial.
“Contohnya membayar karyawan, supplier. Ini aspek yang sangat penting. Pencatatan laba rugi juga ada di pilar pengelolaan bisnis,”ungkap Inggit.
Dia melanjutkan, pilar kedua yang tak kalah penting adalah plan atau perencanaan. Pengukuran ini untuk melihat bagaimana para pelaku UMKM melakukan perencanaan seperti dalam menghadapi mitigasi risiko bisnis.
“Mereka dinilai bagaimana membuat mitigasi jika ada risiko bisnis, misalnya pada saat pandemi. Sedangkan pilar ketiga adalah pendanaan. Ini salah satu aspek yang juga penting untuk ekspansi bisnis. Di sini dilihat awareness pelaku UMKM terkait dengan pembiayaan,” ungkapnya.
Dari hasil survei tersebut, lanjut Inggit, skor UMKM dalam pengelolaan keuangannya di bawah rata-rata. Di mana dari skala 0-100, nilainya di level 43,84.
“Apakah dikatakan (hasil survei) ideal? Tentu saja masih belum. Banyak room of improvement yang mesti dilakukan,” ujarnya.
Sementara, kata Inggit, jika penilaiannya dirinci berdasarkan tiga pilar pengukuran BFI, pilar pertama tentang pengelolaan mendapatkan skor tertinggi, yakni 56,9. Sedangkan pilar kedua soal perencanaan 27,2, dan pilar terakhir pendanaan 47,2.
“Khusus untuk pilar manage, masih bisa di-improve lagi, sebab banyak UMKM lakukan pencatatan tapi masih manual. Sulit dipertanggung jawabkan, bahkan mereka belum punya laporan laba rugi. Ini menyulitkan untuk ekspansi dan pendanaan,” ungkapnya.
Baca juga: Lewat Program Mantapreneur, Bank Mandiri Taspen Dorong UMKM Naik Kelas
Untuk pilar pendanaan, Inggit juga menemukan masih banyak UMKM yang khawatir untuk mengajukan pinjaman. Mereka juga masih bingung ke mana untuk mengajukan pinjaman.
“Misalnya ke bank, gimana ya caranya, harus siapin apa. Nggak punya jaminan. Nah ini akhirnya membuat masalah pendanaan menjadi sangat krusial,” kata Inggit.
Inggit berharap, kepada para UMKM Indonesia bisa melakukan inisiatif melakukan perbaikan terhadap tiga pilar yang menjadi pengukuran BFI. “Inilah potret UMKM saat ini, kita tentu punya ekspektasi mereka melakukan improve di kemudian hari,”tutup Inggit.(*)