Poin Penting
- Citi Indonesia menyambut baik kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari Bank Indonesia yang dinilai mampu mendorong pertumbuhan kredit perbankan.
- Elastisitas antara BI Rate dan suku bunga kredit masih rendah, baru sekitar 30 persen dari total pemangkasan suku bunga acuan sebesar 150 bps.
- Kebijakan KLM berlaku mulai 1 Desember 2025 dengan insentif maksimum 5,5% dari DPK; bank yang lebih cepat menurunkan suku bunga kredit akan mendapat tambahan insentif hingga 0,5%.
Jakarta – CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, meyambut baik kebijakan teranyar Bank Indonesia (BI) terkait Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan.
“Kita selalu menyambut baik kebijakan daripada Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan kredit ya. Karena, kalau seumpama di-planning 8 persen-11 persen, kelihatannya kita masih di lower end daripada target itu ya,” jelas Batara, di sela acara Citi Data Centre Day 2025, di Jakarta, Senin, 27 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, BI sendiri menilai terdapat elastisitas antara suku bunga acuan (BI Rate) dan suku bunga kredit sekitar 30 persen.
Diketahui, hingga September 2025, BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 basis poin (bps) atau 1,5 persen. Secara ideal, penurunan suku bunga kredit seharusnya sekitar 45 bps, atau 30 persen dari total pemangkasan tersebut.
Baca juga: BI Tawarkan Insentif 5,5 Persen DPK agar Bank Cepat Turunkan Suku Bunga Kredit
“Jadi sebetulnya transmisinya untuk elastisitas itu 30 persen ke 150 persen, kan baru 45 basis poin. Tapi kan suku bunga untuk kredit belum turun 45 basis poin,” ujarnya.
Ia berharap insentif KLM dapat mempercepat transmisi kebijakan moneter agar penurunan suku bunga kredit sejalan dengan penurunan BI Rate.
KLM Perbaiki Rasio Likuiditas Perbankan
Sementara itu, Chief Economist Citibank NA Indonesia (Citi Indonesia), Helmi Arman, menilai kebijakan KLM juga berperan penting dalam memperbaiki kondisi likuiditas perbankan.
“Ya tentunya ini positif untuk prospek recovery dari pertumbuhan kredit. Kami melihatnya selain ada faktor demand side yang menghambat pertumbuhan kredit, juga ada faktor supply side,” pungkasnnya.
Baca juga: BI Telah Salurkan Insentif KLM Rp256,5 Triliun ke Perbankan, BUMN Paling Banyak
Kebijakan Berlaku Mulai 1 Desember 2025
Diketahui, kebijakan insentif KLM berlaku efektif mulai 1 Desember 2025, dengan insentif maksimum sebesar 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), naik dari sebelumnya 5 persen.
Tujuan utama kebijakan ini adalah mendorong bank segera menurunkan suku bunga kredit, sejalan dengan penurunan BI Rate sebesar 150 bps sejak September 2024, sehingga pertumbuhan kredit dapat lebih cepat.
Baca juga: BI Perpanjang Insentif Kredit Properti DP 0 Persen hingga 2025
Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Juda Agung menyebutkan, bank yang paling cepat menurunkan suku bunga kredit akan memperoleh tambahan insentif maksimal 0,5 persen dari DPK.
“Kita mendorong bank-bank untuk segera melakukan penyesuaian suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate. Jadi pada intinya bank-bank semakin cepat dia menurunkan suku bunga kreditnya, akan mendapatkan insentif likuiditas, yaitu maksimum 0,5 persen dari DPK-nya. Semakin cepat, semakin besar insentif likuiditasnya,” tandasnya.
Juda mengakui memang masih terdapat sejumlah bank yang masih terbatas dalam menurunkan suku bunga kreditnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










