Jakarta – Sejak pandemi Covid-19 transformasi digital di Indonesia semakin berkembang pesat, terlihat dari masifnya penggunaan teknologi di industri perbankan yang memudahkan para nasabah untuk bertransaksi disaat adanya pembatasan kegiatan masyarakat pada saat itu.
Slamet Aji Pamungkas, Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), menuturkan, efek dari pesatnya transformasi digital saat ini tidak terbatas untuk melakukan transaksi keuangan, tapi juga merambah ke toko-toko makanan kecil yang dapat melakukan pembayaran secara digital atau saat ini dikenal dengan QRIS (QR Code Indonesia Standar).
“Mulai dari tukang bubur ayam yang pakai Go-Food, pakai QRIS, sampai dengan perbankan, pertamina, dan sebagainya. Dan ini sebetulnya selaras dengan kebijakan pemerintahan, tentang transformasi digital, menuju ekonomi digital sebagai tulang punggung perekonomian nasional,” ucap Slamet dalam Talkshow dan Launching Buku ‘Keamanan Siber Bank’ oleh Infobank di Jakarta, 10 Juli 2024.
Baca juga: OJK Beberkan Sejumlah Tantangan Bank dalam Pengelolaan Risiko Siber
Namun, dengan semakin pesatnya transformasi ekonomi digital bak mata uang yang memiliki dua sisi, di mana para nasabah saat ini dimudahkan dalam melakukan transaksi keuangan, tapi juga dihantui oleh penjahat siber yang mencari keuntungan dari masifnya transformasi digital.
Berdasarkan data BSSN, kata Slamet, yang paling rajin disambangi para hacker adalah perbankan dan migas. Ini dikarenakan berpotensial untuk mendapatkan profit lebih banyak, selain mengganggu sistem pemerintah yang lebih banyak ke arah politik.
“Sebetulnya, sekarang tidak hanya reputasi dan finansial, tapi nanti, Insya Allah, Oktober 2024 akan berlaku secara efektif undang-undang pelindungan data pribadi. Kalau data saya bocor, karena Bapak-Ibu, karena perbankan, saya bisa menuntut perdata ganti rugi sampai dengan 2 persen dari revenue,” imbuhnya.
Sepanjang 2023, BSSN mencatat ada 347 dugaan insiden siber di Indonesia. Dugaan insiden siber paling banyak terdeteksi di sektor administrasi pemerintahan dengan 186 dugaan insiden siber.
Baca juga: Serangan Siber Marak, Industri Perbankan Perlu Lakukan Hal Ini
Sektor lain yang insiden sibernya tergolong banyak adalah sektor keuangan (38), transportasi (24), serta energi dan sumber daya mineral (18).
Sementara, ada berbagai tantangan di industri jasa keuangan terkait transformasi digital, di antaranya adalah:
- Risiko kebocoran data nasabah
- Risiko strategis mencakup investasi IT yang tidak sesuai strategi bisnis
- Talent dan leader digital yang belum memadai
- Peningkatan risiko baru dan frekuensi insiden operasional
- Rendahnya literasi keuangan dan digital
- Peningkatan ancaman fraud
- Regulasi untuk mendorong transformasi digital dan kolaborasi sekaligus menjaga industri safe and sound
- Risiko pihak ketiga (outsourcing)
- Risiko inheren teknologi dan serangan siber
- Infrastruktur jaringan komunikasi belum merata. (*)