BPN Segera Sertifikasi Seluruh Tanah di DKI

BPN Segera Sertifikasi Seluruh Tanah di DKI

Jakarta–Setelah kota Surabaya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera melakukan percepatan sertifikasi tanah untuk seluruh wilayah DKI Jakarta.

Kesepakatan dilakukan bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mensertifikasi 20,64 persen atau sekurangnya 292.655 bidang tanah yang belum terdaftar ataupun memiliki sertifikat. “Ini merupakan quick win. Pilot project dilakukan di Jakarta, Surabaya dan Batam, nantinya akan dilakukan di seluruh Indonesia,” ujar Menteri ATR / Kepala BPN Sofyan Djalil dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2016.

Menurutnya, sertifikat akan memberikan kepastian hukum, mengurangi sengketa atau konflik dan memudahkan investasi. Setiap bidang tanah akan diukur dengan detail dari luas dan batasnya, dipastikan pemiliknya hingga kesesuaian peruntukannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Untuk wilayah DKI Jakarta, dari 20,64 persen wilayah yang belum memiliki sertifikat, sebagian besar terdapat di Jakarta Timur yakni sekitar 119.527 bidang tanah, wilayah Jakarta Selatan sekitar 50.207 bidang tanah, Jakarta Utara – Kepulauan Seribu sekitar 49.326 bidang tanah, Jakarta Pusat sekitar 38.886 dan Jakarta Barat sekitar 34.709 bidang tanah.

Sofyan memastikan proses sertifikasi akan diprioritaskan bagi aset pemerintah DKI Jakarta, tanah milik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan lokasi perniagaan, perdagangan atau pergudangan yang akan mendukung kemudahan dan percepatan investasi. Untuk mempercepat proses sertifikasi juga akan dilibatkan tenaga ukur swasta yang telah memiliki sertifikasi dan tersumpah oleh Kementerian ATR/BPN. “Selama ini pengukuran dilakukan oleh BPN, dengan tenaga swasta, keterbatasan juru ukur akan terselesaikan,” kata Sofyan.

Sofyan menambahkan, sumber pembiayaan sertifikasi dapat mengunakan anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pihak swasta dengan pola Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) serta melipatkan partisipasi swadaya masyarakat melalui pola Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) ataupun bekerjasama dengan pihak perbankan. ”Diperlukan peran serta Pemerintah Daerah, swasta dan peran serta aktif masyarakat untuk menyelesaikan proses sertifikasi,” kata dia.

Khusus untuk tanah sengketa, Kementerian ATR/BPN juga akan memberikan perlakuan khusus yakni tanah tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan umum sampai status putusan sengketanya memiliki kejelasan sehingga tidak ada tanah terlantar. Pengelolaan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk digunakan sebagai taman, ruang hijau atau lokasi bagi pedagang kaki lima. “Kalau statusnya sudah jelas, akan dikembalikan lagi seperti semula kepada pemiliknya. Ini untuk menjaga keindahan kota sesuai dengan fungsi sosial tanah,” kata Sofyan.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendukung penuh langkah percepatan sertifikasi ini, pihaknya bahkan berkomitmen untuk membebaskan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) khusus untuk bidang tanah yang bernilai 2 Miliar ke bawah. “Ini azas keadilan, selama ini orang yang hidup di bawah garis UMP (Upah Minimum Provinsi) tidak mampu membuat sertifikat karena harus membayar 5 persen dari nilai aset (tanah dan bangunan). Jadi untuk di bawah 2 Miliar BPHTB kita nolkan sehingga hanya tinggal membayar sekitar 300 ribu rupiah untuk sertifikat,” ujar Basuki.

Sertifikasi nantinya memetakan wilayah perkelurahan untuk menselaraskan data yang selama ini digunakan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dengan adanya intergrasi peta antara peta yang digunakan di kantor BPN dan Pemprov, kata Basuki, maka nantinya tidak akan lagi kendala di lapangan. “Jika tata ruang bisa sinkron, tidak terjadi lagi orang kaget ada wilayah komersil jadi jalur hijau,” imbuhnya. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Related Posts

News Update

Top News