Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2017. Hal tersebut disebutkan Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara pada penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2017 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang Paripurna DPR di Jakarta hari ini (31/5).
Dalam pidatonya, Ketua BPK menyebutkan bahwa opini WTP diberikan kepada LKPP Tahun 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan atas 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2017.
“Opini WTP mengandung arti bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN tahun 2017 dalam laporan keuangan secara material telah disajikan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan,” kata Moermahadi di kompleks DPR-RI Jakarta, Kamis 31 Mei 2018.
Dirinya menyebut, terdapat 79 LKKL dan 1 LKBUN yang memperoleh Opini WTP. BPK juga memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 6 LKKL dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 2 LKKL. Opini WDP diberikan kepada Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional HAM, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, LPP TVRI, dan LPP RRI.
Sedangkan opini TMP diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dirinya menyebut, alasan pemberian Opini TMP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan di antaranya pembatasan lingkup pada belanja modal dan belanja barang.
“Pada Badan Keamanan Laut antara lain karena aset tetap konstruksi dalam proses (KDP) tidak dapat diyakini keberadaannya, serta pembatasan lingkup pemeriksaan. Sehingga BPK tidak memiliki keyakinan yang memadai untuk menyatakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP dan Bakamla,” jelas Moermahadi.
Dirinya memastikan permasalahan dari 8 LKKL yang belum memperoleh opini WTP tersebut secara keseluruhan tidak berdampak material pada kesesuaian LKPP Tahun 2017 terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan. Dirinya menilai, permasalahan pada 8 LKKL tersebut meliputi permasalahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Belanja Barang, Belanja Modal, Piutang Bukan Pajak, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, dan Utang kepada Pihak Ketiga.
Dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2017 ini, BPK juga menyampaikan temuan pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Antara lain sistem informasi penyusunan LKPP Tahun 2017 belum dapat menyelesaikan selisih transaksi antar entitas dan transaksi timbal balik, serta sistem pengendalian piutang perpajakan masih memiliki kelemahan utang atau piutang atas kelebihan atau kekurangan pendapatan badan usaha dari selisih Harga Jual Eceran (HJE) Formula dan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran minyak solar dan premium belum dilaporkan dan diselesaikan.
Temuan lainnya adalah terkait dengan dana cadangan program Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2017 belum mampu menyelesaikan permasalahan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan; penatausahaan dan pencatatan PNBP, belanja, piutang PNBP, persediaan, aset tetap, dan utang, terutama pada kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP; serta penambahan pagu anggaran subsidi listrik tahun 2017 sebesar Rp5,22 Triliun tidak sesuai UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai.
“BPK meminta bantuan Pimpinan dan Anggota DPR untuk terus mendorong Pemerintah Pusat dalam rangka perbaikan tanggung jawab pelaksanaan APBN,” tukas Moermahadi. (*)