Jakarta – Citibank, N.A., Indonesia atau Citi Indonesia mengungkapkan adanya beberapa tantangan yang diperkirakan masih akan terjadi di industri perbankan Indonesia. Salah satunya terkait dengan digitalisasi.
Chief Executive Officer Citi Indonesia, Batara Sianturi, mengatakan industri perbankan saat ini telah memasuki era digitalisasi yang harus mengutamakan keamanan, mulai dari front end, middle office, hingga back office, sebagai langkah membangun kepercayaan para nasabahnya.
“Once the bank is not trustworthy, then the customer will move to another bank. So di era digitalisasi ini, kita harus mempunyai mindset juga, bukan hanya bagus di depan, tapi di middle office juga, dan juga di the back office, and the security must be well protected,” ucap Batara dalam The Leader Infobank dikutip, 29 Juli 2024.
Baca juga: Ini Dia Tantangan Kelola Manajemen Risiko Likuiditas di Industri Perbankan, Apa Saja?
Di sisi lain, ia juga melihat pertumbuhan Indonesia di tahun 2024 akan berada di level 5 persen. Ini ditopang oleh peluang Federal Reserve yang akan memangkas suku bunga acuannya di September mendatang.
“Jadi we just want to make sure bahwa the rest of the year, 2024 ini, tidak ada disrupsi gitu ya, disrupsi yang kita tidak bisa tanggulangi. So we want to ensure that, mudah-mudahan geopolitical tension itu juga tidak terlalu banyak membuat disrupsi,” imbuhnya.
Sementara itu, ia juga berharap tingkat inflasi dapat terjaga di posisi 2,8 persen dan akan menjadi lebih rendah di tahun 2025 dan inflasi Amerika Serikat (AS) juga terjaga di level 2,6 persen.
“So, apakah itu yang namanya inflation, rate environment, dan kemudian geopolitical tension dan political leadership change itu, kita harapkan smooth. Tidak ada yang bisa membuat disrupsi Apakah itu supply shock atau demand shock juga,” ujar Batara.
Baca juga: Perbankan Terima Tambahan Likuiditas Rp255 Triliun dari Penguatan KLM BI
Adapun, ia juga menyoroti adanya bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi pada 2030, di mana Sumber Daya Manusia (SDM) di masa itu akan didominasi oleh usia produktif dibandingkan usia non-produktif.
“Bonus demografi must be accompanied with good jobs, and good opportunities. Sehingga kita dapat memberikan SDM-SDM yang handal untuk Indonesia. Ketika secara
pendidikan ataupun peluang kerja terbatas, itu juga akan jadi kursial,” tambahnya. (*)
Editor: Galih Pratama