BANGSA Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie yang lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936 ini meninggal dunia di Jakarta pada 11 September 2019. Di dunia teknologi khususnya penerbangan, BJ Habibie meninggalkan sejumlah karya besar yang diakui dunia. Dialah yang membidani kelahiran N-250 Gatotkaca, pesawat pertama Indonesia yang melakukan penerbangan perdana pada 10 Agustus 1995. Keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang membuat BJ Habibie dijuluki Mr. Crack sekaligus penemu Teori Crack Propagation.
BJ Habibie yang bukan ekonom pun berhasil membuat Indonesia berhasil melewati gelombang krisis yang sangat para pada 1998. Dia diangkat menjadi Presiden RI menggantikan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 ketika ekonomi Indonesia sedang compang-camping. Nilai tukar rupiah sempat terpuruk di kisaran Rp16.000 per dolar AS dan inflasi membumbung hingga 65%. Situasi politik juga terus bergejolak pasca-lengsernya Soeharto. Tapi, di periode kepemimpinannya yang tak lama karena hanya 1 tahun 5 bulan atau 512 hari, Habibie bisa menciptakan hasil yang sangat baik.
Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh minus 13,13% pada 1998 bisa berbalik positif tumbuh 0,79% pada 1999. Kurs rupiah juga menguat tajam. Jika pada Juni 1998 tercatat Rp16.650 per US$, maka dalam waktu lima bulan naik menjadi Rp7.000 per US$. Dan Habibie juga berhasil menyelamatkan industri perbankan yang hancur diterpa krisis dan karena perannya maka merger empat bank BUMN yang “karam” akhirnya terealisasi.
Pemerintah Soeharto memang sudah mencanangkan penggabungan empat bank pemerintah yaitu Bank Dagang Negara (BDN), Bank Budi Daya (BBD), Bank Exim, dan Bapindo, pada akhir tahun 1997. Namun, pemikiran penggabungan bank yang diperjelas dalam Paket Letter of Intent 15 Januari 1998 tidak segera terealisasi karenapendirian pemerintah yang berubah-ubah dalam menentukan proses merger.
Baru kemudian ketika BJ Habibie didapuk menjadi Presiden RI pada 21 Mei 1998, jalan menuju proses merger makin jelas. Saat Habibie menjabat sebagai presiden, kondisi perekonomian Indonesia memang sedang sangat parah. Nilai tukar rupiah sempat terpuruk di kisaran 16.000 per dolar AS dan inflasi membumbung hingga 65%. Situasi politik juga terus bergejolak pasca-lengsernya Soeharto. Habibie menyampaikan bahwa ia berencana untuk menggabungkan empat bank milik pemerintah menjadi satu bank. Rencana ini juga merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan yang saat itu hancur diterpa krisis.
Melalui Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan yang dibentuknya, BJ Habibie membuat keputusan bahwa merger 4 bank dilaksanakan sekaligus. Habibie mencetuskan nama Bank Mandiri, bukan Bank Catur yang pernah diusulkan Soeharto. Pemerintah Habibie menunjuk Deutsche Bank sebagai konsultannya.
Pada 1 Oktober 1998 keluar PP Nomor 75 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Persero di Bidang Perbankan, yang poin utamanya adalah ihwal penyertaan modal negara dalam pembentukan PT Bank Mandiri (Persero). Modal negara disebut berasal dari pengalihan saham dari 4 bank bergabung. Pada 2 Oktober 1998, PT Bank Mandiri (Persero) akhirnya secara resmi berdiri.
Langkah paling krusial bagi BJ Habibie adalah siapa yang memimpin Bank Mandiri. Secara finansial, keempat bank tersebut sudah bangkrut dan tidak memiliki potensi lagi. Pada tahun 1998, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) keempat bank BUMN itu sudah negatif. CAR Bank Exim -144,91%, CAR BDN -79,3%, CAR BBD39,57% dan CAR Bapindo -30,44%.
Kemudian, tim Deutsche Bank yang sudah ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan merger tidak akan berhasil karena mendapatkan penolakan dari manajemen senior dari empat bank yang akan dimerger. Setelah beberapa nama diusulkan sampai mengerucut menjadi satu nama, Muljohardjoko yang masih menjabat Direktur Utama PT Taspen, pun Muljohardjoko hanya sebulan memimpin karena menyatakan tidak sanggup karena tidak punya latar belakang sebagai bankir.
Akhirnya, Habibie memanggil Tanri Abeng selaku Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Dalam bukunya Detik-Detik Yang Menentukan, Habibie menceritakan bahwa dirinya meminta masukan secara rinci dan usulan nama seorang putra Indonesia yang berpengalaman dalam usaha perbankan.
“Yang bersangkutan harus berwawasan jauh ke depan, pragmatis, “tahan banting” dan dapat bekerja cepat, tepat, dan konsisten setia pada sasaran tugas yang diberikan untuk dapat melaksanakan integrasi keempat aset pemerintah menjadi satu BUMN dalam bidang perbankan komersial dan mandiri,” pinta Habibie kepada Tanri Abeng. Tanri Abeng menjawab, Robby Djohan, yang saat itu sedang menjabat sebagai direktur utama Garuda Indonesia.
Tanri mengatakan, Robby Djohan merupakan pribadi yang memenuhi kriteria dan persyaratan yang disampaikan Habibie. Lalu, Habibie menanyakan lagi, “Ada orang yang dapat mengganti jabatan Robby Djohan sebagai direktur utamaGaruda Indonesia dan siapa orangnya?,” dengan cepat Tanri langsung menjawab, Abdul Gani.
Yang menjadi catatan, sebagai presiden BJ Habibie mau memberikanfull authority kepada Robby Djohan untuk memimpin merger dengan caranya. Habibie menyetujui ketika Robby meminta skenario merger diubah. Robby meminta dia sendiri yang ingin melaksanakan sendiri proses merger, bersama orang-orang pilihannya. Deutsche Bank yang sebelumnya ditunjuk oleh pemerintah hanya diposisikan sebagai konsultan yang perannya adalah membantu. Selain itu, BJ Habibie juga menyetujui ketika Robby Djohan meminta kebebasan untuk memilih direksi yang akan membantunya bekerja bersama jajaran eksekutif lainnya.
Dari adanya saling percaya antara Presiden BJ Habibie, Menteri BUMN Tanri Abeng, dan Robby Djohan sebagai profesional yang ditugaskan, merger Bank Mandiri tidak hanya berhasil namun lebih cepat dari yang diskenariokan Deutsche Bank. Bisa dibilang, BJ Habibie adalah satu-satunya presiden yang mau memberikan kewenangan penuh kepada profesional yang ditugaskan memimpin perusahaan BUMN. (*) Karnoto Mohamad