Biaya Kredit Naik, Laba BTPN Susut 15 Persen jadi Rp1,2 Triliun per Juni 2024

Biaya Kredit Naik, Laba BTPN Susut 15 Persen jadi Rp1,2 Triliun per Juni 2024

Jakarta – Bank BTPN berhasil mengoptimalkan fungsi intermediasi yang dijalankannya hingga semester pertama 2024. Hanya saja, di sisi profitabilitas tampak mengalami tekanan karena biaya kredit dan beban operasional yang naik.

Laba bersih setelah pajak Bank BTPN (konsolidasi) yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat Rp1,2 triliun pada akhir Juni 2024, lebih rendah 15 persen year on year (yoy). Penurunan laba bersih ini terjadi karena peningkatan biaya kredit sebesar 46 persen yoy, atau sebesar Rp540 miliar, pascaakuisisi OTO Group.

Penurunan laba bersih juga terjadi akibat kenaikan 26 persen yoy di biaya operasional menjadi Rp4,6 triliun, sejalan dengan pertumbuhan volume usaha dan inisiatif-inisiatif yang Bank BTPN sedang kerjakan.

“Bank BTPN berkomitmen untuk menciptakan pertumbuhan berarti kepada seluruh lapisan masyarakat. Kami juga terus mendorong perkembangan sektor-sektor yang prospektif agar dampak keberlanjutan bisnis perusahaan bisa dirasakan para pemangku kepentingan secara luas,” kata Henoch Munandar, Direktur Utama Bank BTPN, Selasa, 30 Juli 2024.

Baca juga: J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp86,49 Miliar di Kuartal II-2024, Ini Pemicunya

Sampai dengan Juni 2024, Bank BTPN mampu membukukan pertumbuhan kredit dan aset yang signifikan sebagai buah komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperluas inovasi produk dan layanan yang relevan dengan kebutuhan nasabah.

Laporan keuangan konsolidasi Bank BTPN periode Januari-Juni 2024 telah memperhitungkan kinerja keuangan PT Oto Multiartha dan PT Summit Oto Finance yang Bank BTPN akuisisi pada akhir Maret 2024. Kedua perusahaan pembiayaan tersebut merupakan bagian dari OTO Group yang mayoritas sahamnya kini dimiliki oleh Bank BTPN.

Akuisisi Bank BTPN terhadap OTO Group berperan besar terhadap pertumbuhan kredit dan aset. Penyaluran kredit melalui OTO Group digunakan untuk mendukung mobilitas masyarakat luas.

Aset Bank BTPN tumbuh 22 persen yoy menjadi Rp235,8 triliun. Sementara, penyaluran kredit Bank BTPN meningkat 19 persen yoy menjadi Rp176,2 triliun pada akhir Juni 2024.

Di sisi lain, saldo current account & saving account (CASA) tercatat meningkat sebesar 29 persen yoy menjadi Rp48,1 triliun pada akhir Juni 2024, dan deposito naik 1 persen yoy menjadi Rp70,9 triliun, sehingga rasio CASA turut meningkat menjadi 40,4 persen per akhir Juni 2024.

Dengan demikian, total dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 11 persen yoy menjadi hampir Rp119,0 triliun pada akhir Juni 2024. Bank BTPN senantiasa mengoptimalkan biaya dana.

Bank BTPN juga menerbitkan Obligasi Berkelanjutan V Tahap I Tahun 2024 dengan jumlah pokok Rp355 miliar pada awal Juli 2024 sebagai upaya untuk mendiversifikasi sumber pendanaan dan menjaga profil maturitas pendanaan yang lebih baik.

Dalam upaya perusahaan meningkatkan penyaluran kredit, khususnya di sektor-sektor potensial, Bank BTPN tetap menjaga kualitas kreditnya. Rasio gross non-performing loan (NPL) Bank BTPN berada di level 2,21 persen per akhir Juni 2024, lebih rendah dibanding rata-rata industri sebesar 2,34 persen pada akhir Mei 2024.

Baca juga: Selektif Salurkan Pembiayaan, BTPN Syariah Kantongi Laba Rp552 Miliar di Semester I 2024

Bank BTPN juga menjaga rasio likuiditas dan pendanaan berada di tingkat yang sehat, dengan liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 234,9 persen dan net stable funding ratio (NSFR) 115,6 persen pada 30 Juni 2024. Perseroan mencatat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang kuat di 28,8 persen.

Upaya Bank BTPN dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih pun meningkat, tercermin dari net interest margin (NIM) yang naik menjadi 6,41 persen pada akhir Juni 2024 dari 6,33 persen setahun sebelumnya.

Pendapatan bunga bersih Bank BTPN juga naik sebesar 17 persen yoy menjadi hampir Rp7,0 triliun pada 30 Juni di tengah kondisi suku bunga yang masih tinggi.

Kenaikan di pendapatan bunga bersih tersebut mendorong pendapatan operasional (konsolidasi) untuk tumbuh 18 persen yoy menjadi Rp8,2 triliun. (*) Ari Nugroho

Related Posts

News Update

Top News