Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkirakan, tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan semakin meningkat seiring dengan meluasnya dampak pandemi Virus Corona (Covid-19). Meluasnya penyebaran pandemi Covid-19 ke banyak negara termasuk ke Indonesia tersebut telah menjadi ancaman bagi stabilitas makrofinansial global dan domestik.
Seperti dikutip dari Buku Kajian Stabilitas Sistem Keuangan (KSK) No. 34 Maret 2020 yang diterbitkan BI di Jakarta, Selasa, 28 April 2020 menyebutkan, mencermati tantangan dan ancaman makrofinansial domestik ini, risiko yang bergerak naik serta siklus finansial yang di bawah optimal, maka BI berupaya untuk mendorong pembiayaan ekonomi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
BI sendiri telah melonggarkan pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah menjadi 84-94% dan memperluas pendanaan perbankan, termasuk pinjaman luar negeri secara hati-hati. Ketentuan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) juga dilonggarkan menjadi rata-rata 5-10% untuk mempermudah kepemilikan rumah dan kendaraan, termasuk yang berwawasan lingkungan.
Selain aspek prudensial, kebijakan mendorong intermediasi juga diimbangi dengan kebijakan menjaga kecukupan permodalan dan likuiditas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia juga mempertahankan kebijakan Countercyclical Buffer (CCB) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) pada level 0% dan 4%.
Menurut BI, Dampak rambatan (contagion) Covid-19 dari global memengaruhi Indonesia terutama melalui jalur pariwisata, perdagangan/ekspor, dan investasi. Sementara itu, upaya memutus rantai penularan Covid-19 di Indonesia berpotensi menurunkan kegiatan produksi dan aktivitas ekonomi. Permintaan tenaga kerja menurun, pendapatan serta konsumsi tertahan, yang pada akhirnya mengurangi permintaan domestik.
Meningkatnya ketidakpastian mendorong investor menyesuaikan portofolionya sehingga menyebabkan aliran dana keluar dan menekan nilai tukar Rupiah. Apabila penyebaran Covid-19 terus berlanjut, tekanan terhadap kinerja korporasi dan rumah tangga akan lebih besar karena menyebar ke banyak sektor, dan hal ini berpotensi menekan kinerja industri jasa keuangan terutama perbankan.
Mencermati tekanan terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan nasional yang berpotensi meningkat, Presiden Jokowi telah mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan, yang dituangkan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yang di dalamnya termasuk pengaturan peran Bank Indonesia.
Bank Indonesia pun telah mengeluarkan bauran kebijakan sebagai langkah antisipatif untuk menjaga stabilitas serta memperkuat stimulus ekonomi sesuai kewenangan BI, yang ditempuh melalui komitmen sinergi dan koordinasi yang erat dengan Pemerintah, OJK, dan LPS sebagai langkah kebijakan nasional.
Pasca berakhirnya tekanan Covid-19, BI memperkirakan perekonomian global akan kembali meningkat pada 2021. Sejalan dengan membaiknya prospek global serta dampak respons sinergi kebijakan pemerintah, Bank Sentral dan otoritas terkait selama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan kembali pulih dan berada dalam kisaran 5,2-5,6% pada 2021.
Sejalan dengan membaiknya prospek ekonomi, inflasi diprakirakan juga akan kembali terkendali dalam sasaran 3,0±1%. Perbaikan ekonomi global dan domestik akan mendorong kinerja korporasi dan RT kembali berada pada fase perbaikan. Hal tersebut akan mendorong pertumbuhan kredit dan DPK kembali meningkat pada 2021, masing-masing berada dalam kisaran 9-11% dan 8-10%. (*)