Jakarta – Bank Indonesia (BI) menegaskan, aturan uang elektronik (e-money) sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Mata Uang. Hal ini menyikapi adanya gugatan yang ditujukan kepada BI terkait dengan uang elektronik yang dianggap meresahkan masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2017. Menurutnya, di dalam UU Mata Uang disebutkan bahwa rupiah adalah mata uang dan alat pembayaran yang sah di Indonesia.
“Rupiah itu kan ada bentuk rupiah dalam tunai, dan ada yang bentuk nontunai,” ujar Mirza.
Dia mengungkapkan, transaksi dengan menggunakan rupiah baik secara tunai maupun nontunai sama saja dengan transaksi berupa transfer lewat giro atau tabungan di bank. Transaksi tersebut dilakukan secara nontunai dalam mata uang rupiah dan dianggap sah.
Lebih lanjut dirinya menegaskan, bahwa bank sentral bukan tanpa alasan dalam menerbitkan aturan mengenai uang elektronik. Pasalnya, aturan tersebut dibuat demi kepentingan nasional. “Intinya BI membuat aturan itu demi kebaikan negeri ini,” ucap Mirza.
Sebelumnya, pengguna layanan tol dan bus Transjakarta, Normansyah dan Tubagus Haryo Karbyanto tela menggugat Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik.
Melalui kuasa hukum Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), keduanya mengajukan permohonan keberatan atas aturan uang elektronik tersebut ke Mahkamah Agung (MA) melalui permohonan judicial review. Pasalnya, semenjak ada aturan itu, berbagai fasilitas publik seperti jalan tol dan Transjakarta menolak transaksi tunai.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta sekaligus kuasa hukum pemohon, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, selain itu, aturan uang elektronik juga dianggap menimbulkan keresahan dan pertanyaan dalam masyarakat tentang keberadaan Undang-undang Mata Uang yang hanya mengatur rupiah dalam bentuk kertas dan logam, bukan nontunai. (*)
Editor: Paulus Yoga