Dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI telah melakukan intervensi melalui kebijakan moneter maupun penggunaan cadangan devisa. Rezkiana Nisaputra
Jakarta – Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan sempat menyentuh di level Rp13.500an per USD, dianggap lebih baik bila dibandingkan dengan depresiasi mata uang di negara berkembang lainnya. Oleh sebab itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus DW Marotwardojo mengaku, pihaknya akan selalu berada di pasar valuta asing (valas) untuk mengawal volatilitas rupiah dalam upaya menekan depresiasi di bawah 8% secara year-to-date (ytd)
“Bank Indonesia akan selalu ada di pasar untuk menjaga stabilitas kurs. Kami akan menjaga volatilitas nilai tukar rupiah,” ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Selasa, 4 Agustus 2015.
Dalam menjaga stabilitas fluktuasi rupiah, selama ini BI telah melakukan intervensi melalui kebijakan moneter maupun penggunaan cadangan devisa (cadev). “Intervensi selalu kami lakukan, kelihatan dari cadev yang menurun,” tukasnya.
Menurut Agus, BI terus berupaya untuk menekan depresiasi rupiah terhadap dollar AS hingga ke bawah 8% (y-t-d). “Kita termasuk negara berkembang kelas dunia yang lebih baik dibanding Turki Afrika Selatan Brazil. Ada yang mencapai 15% dan 10% depresiasinya,” ucapnya.
Sejauh ini rata-rata depresiasi rupiah sekitar 8,5% (y-t-d), sedangkan secara month-to-date (m-t-d) berada di bawah 1%. “Bandingkan dengan month to date di Singapura dan Malaysia serta negara-negara Asean lain yang lebih dari 1%,” tegas Agus.
Dia mengungkapkan, faktor utama pemicu depresiasi rupiah adalah sentimen dari global, terutama pernyataan Federal Reserve AS soal rencana kenaikan suku bunga AS. Selain itu, juga dipengaruhi oleh persepsi pasar terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat.
“Tetapi, Semester II-2015 kita akan mempunyai pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Kami yakin ini merupakan kondisi yang baik,” tutup Agus. (*) @rezki_saputra