Jakarta – Bank Indonesia (BI) menegaskan, stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa pekan terakhir bukan karena adanya intervensi dari bank sentral. Hal ini murni karena adanya supply dan demand valuta asing (valas) yang terpenuhi.
“BI sudah lama sekali tidak intervensi. Jadi demand supply match, tanpa BI harus melakukan stabilisasi,” ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis, 7 September 2017.
Mirza mengungkapkan, menguatnya laju rupiah juga tak terlepas dari tekanan volatilitas di pasar keuangan domestik yang relatif terjaga. Sejauh ini, kata dia, volatilitas terhadap mata uang rupiah hanya sebesar 3 persen, atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Padahal, ketika adanya sentimen kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada 2013, tekanan terhadap rupiah melebihi 10 persen. Namun, Mirza mengatakan, hal ini semakin menunjukan bahwa pasar keuangan domestik masih relatif terjaga.
“Ada demand dari importir, ada demand dari yang bayar valuta asing. Tapi supply datatang dari eksportir dan capital inflow yang masuk ke pasar obligasi negara cukup banyak. Oversubscribe,” ucapnya.
Sepanjang Januari sampai dengan awal September 2017, arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik mencapai Rp131 triliun. Derasnya arus modal tersebut, membuat rupiah tetap perkasa, ditengah mata uang global lain yang mengalami pelemahan.
BI tak memungkiri, bahwa saat ini arus modal asing di pasar saham domestik cenderung mengalami pembalikan arah. Berdasarkan data RTI Business, investor asing sempat melakukan aksi jual sebesar Rp361 miliar di seluruh market. Sementara itu, untuk net sell di pasar reguler sebesar Rp349 miliar, dan pasar nego sebesar Rp11 miliar.
Kendati demikian, lanjut dia, bank sentral meyakini gerak rupiah terhadap dolar AS akan bergerak stabil, ditengah kondisi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian.
“Pasar saham memang agak outflow, tapi pasar SBN (Surat Berharga Negara) inflow masih deras. Inflows lain dari komponen balance of payment masih berlanjut, eskpor impor barang dan jasa juga surplus. Sehingga kurs rupiah stabil saja,” tutupnya. (*)