Jakarta – Bank Indonesia memprediksi nilai tukar rupiah masih bisa bergejolak dikarenakan Bank Sentral AS (The Fed) masih dimungkinkan menaikkan suku bunga acuannya.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo saat meluncurkan buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) tahun 2017 pada hari ini (28/03), di Kompleks Bank Indonesia Jakarta. Bahkan dirinya menyebut, akan terjadi volatilitas rupiah pada pertengahan tahun ini.
“Ada tekanan lebih jauh itu terjadi di Mei 2018 menjelang Juni yang diproyeksikan The Fed betul-betul menaikkannya. Mei terjadi volatilitas dan ini bagian yang harus dijalani,” kaya Agus di Kompleks Bank Indonesia Jakarta, Rabu 28 Maret 2018.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia sendiri pada tahun ini memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat dapat terjadi empat kali. Sementara pada 2019, Agus Marto memproyeksikan Fed Fund Rate masih akan naik dua kali.
Baca juga: Bank Indonesia Klaim Dampak Pelemahan Rupiah ke Utang Swasta Minim
“Kalau di tahun 2019 diperkirakan ada kenaikan sampai dua kali kalau The Fed sudah menaikan 6 kali sampai Maret 2018. BI masih menurunkan dua kali Agustus dan September. Maret kita melihat bahwa kita belum merubah stand kebijakan,” ungkap Agus.
Selain itu Agus menilai, saat ini kondisi rupiah yang telah terdepresiasi di atas 1,25% masih wajar. Namun pihaknya masih tetap berusaha menjaga pasar.
“Kalau terdepresiasi 1,25% itu wajar. Sebelumnya tekanan membuat rupiah sampe 1,6%. Tapi sekarang kembali ke 1,25% sepanjang 2018. BI akan terus di pasar menjaga rupiah,” tutup Agus.(*)