BI Optimistis Rupiah Bakal Menguat di Semester II 2024

BI Optimistis Rupiah Bakal Menguat di Semester II 2024

Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo memproyeksikan nilai tukar rupiah akan menguat di semester II 2024. Pada pembukaan perdagangan hari ini, rupiah berada di posisi Rp15.800 per dolar Amerika Serikat (AS).

“Rupiah memang sekarang agak naik turun. Kami yakin setidaknya di semester II akan apresiasi, mengarah kepada fundamentalnya,” ujar Perry dalam Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2023 Rabu, 31 Januari 2024.

Di samping itu, BI akan berkomitmen untuk terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan tetap pro stability. Sehingga, rupiah akan stabil, bahkan cenderung menguat.

“Kami akan terus pastikan rupiah stabil dan akan cenderung menguat,” jelasnya.

Baca juga: Awal 2024, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Melemah Tipis

Optimisme tersebut, tercermin juga dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjadi salah satu terbaik di dunia pada 2023 yakni, masih berada di kisaran 5 persen.

“Pertumbuhan ekonomu kita tahun lalu sekitar 5 persen dan inflasi juga termasuk empat terendah di negara G20 yaitu 2,61 persen,” paparnya.

Sebelumnya, Perry mengungkapkan penyebab nilai tukar rupiah yang belakangan ini menyentuh level Rp15.800 per dolar AS. Dia mengatakan, yang memengaruhi nilai tukar rupiah saat ini, yakni pemberitaan dalam satu dua minggu terakhir. Berita yang dimaksud adalah proyeksi pemangkasan suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan akan turun pada kuartal I dan II 2024, namun nyatanya hal itu belum terjadi.

Kemudian, inflasi di AS yang masih belum mencapai target, sehingga menjadi faktor ditundanya penurunan suku bunga acuan.

Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Menguat, Sri Mulyani: Lebih Baik dari Bath dan Peso

“Ini faktor berita yang kemudian membawa dolar AS yang tempo hari melemah jadi menguat lagi. Tempo hari dolar indeks yang turun 103 ke 102 lalu naik lagi 103 malah di atas 103,” ujar Perry.

Selain itu, pemberitaan terkait tensi geopolitik di Timur Tengah dan China yang menjadi perhatian parah investor. 

“Kebijakan regulator Tiongkok supaya pasar saham tidak merosot maka menghentikan peminjaman saham tertentu, tidak boleh lagi soft selling. Berita-berita itu yang membuat tekanan seluruh mata uang dunia termasuk rupiah itu meningkat,” jelas Perry. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News