BI: Neraca Perdagangan Defisit, Intensif Kebijakan Eksportir Perlu Diterbitkan

BI: Neraca Perdagangan Defisit, Intensif Kebijakan Eksportir Perlu Diterbitkan

Jakarta — Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 kembali mengalami defisit sebesar US$2,05 miliar. Hal tersebut seiring dengan masih tingginya angka impor nasional dibandingkan dengan angka eksport.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menilai, hingga saat ini kebijakan ekspor memang masih menjadi perhatian pemerintah. Oleh karena itu, BI menilai hingga saat ini kebijakan intensif ekspor terhadap eksportir masih diperlukan.

“Kita harus mendorong aktifitas eksportir sebagai bagian dari intensif ekspor dan itu masih perlu di diterbitkan,” kata Mirza di Museum Bank Indonesia Jakarta, Senin 17 Desember 2018.

Tak hanya itu, pemerintah juga mengaku akan terus menggenjot sektor pariwisata guna menjaga dan memperbaiki angka defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada tahun ini. Selain itu Mirza menambahkan, bahwa adanya sinergitas masih sangat perlu dilaksanakan guna menjaga stabilitas

“Kita perlu mendorong terus terkait ekspor dan pariwisata, pemerintah sudah dorong itu tinggal dimana terjadi sinergi pemerintah pusat, daerah dan masyarakat dan kalangan bisnis supaya kegiatan ekspor ditingkatkan,” tambah Mirza.

Sebagai informasi, BPS mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 kembali mengalami defisit sebesar US$2,05 miliar, dengan nilai ekspor dan impor Indonesia yang tercatat masing-masing sebesar US$14,83 miliar dan US$16,88 miliar.

Sebelumnya, Neraca Perdagangan sempat surplus sebesar US$227 juta pada September 2018, namun kembali mengalami defisit di bulan Oktober yang mencapai US$1,82 miliar. Neraca perdagangan juga pernah surplus di bulan Maret sebesar US$1,12 miliar dan di Juni surplus US$1,74 miliar. (*)

Related Posts

News Update

Top News