Jakarta–Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 6,5% dari sebelumnya sebesar 7%. Penurunan tersebut dinilai sejalan dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dan terjaganya stabilitas makroekonomi, semisal laju inflasi yang semakin rendah.
“Bank Indonesia menilai bahwa stabilitas makroekonomi semakin baik sehingga masih terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter,” jelas Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI.
Lebih lanjut, Tirta menyebut Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasinya dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas ekonomi makro dan terjaganya sistem keuangan.
Tamara Henderson, Intellegence Economis Bloomberg mengatakan, kebijakan ini untuk mendorong permintaan domestik. Pada pertengahan tahun kebijakan ini mungkin akan lebih terbatas jika harga komoditas dan risiko membaik. Pemerintah Indonesia, menurut Tamara, telah memperbanyak daftar industri, dimana asing diizinkan untuk berinvestasi. Seiring dengan membaiknya peringkat bisnis Indonesia, peluang untuk masukan arus modal semakin besar. Kondisi ini turut didukung oleh membaiknya risk appetite global.
“Bank Indonesia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%-5,6% tahun ini, atau lebih baik jika dibandingkan dengan kuartal keempat tahun lalu yang sebesar 5,04%” ujar Tamara.
Perkiraan ini, tambahnya, masih rendah dari tren 10 tahun terakhir dimana ekonomi tumbuh 5,75%.
Sementara itu, Ho Woei Chen, Economis UOB mengatakan, kedepan, kebijakan moneter Indonesia tergantung pada kenaikan suku bunga gradual The Fed, inflasi domestic dan stabilitas rupiah. Jika kondisi ini terpenuhi, maka BI diperkirakan akan cenderung mempertahankan bias pelonggaran di 2016.
“Kami memperkirakan, rata-rata inflasi di level 4,2% pada 2016, di Desember akan berkisar di 4,4% secara year on year. Prediksi ini masih sesuai dengan target BI di kisaran 3%-5%. Kami memperkirakan pemangkasan BI Rate sebesar 25 basis poin akan kembali dilakukan (BI) pada kuartal II tahun ini” ujar Chen.
Chen juga memperkirakan bahwa rupiah akan diperdagangkan di level Rp13.200 pada akhir kuartal kedua 2016, dan Rp13.000 pada akhir kuartal keempat 2016. Risiko utama nilai tukar rupiah cenderung berasal dari pelonggaran moneter yang agresif di Indonesia, defisit transaski berjalan yang memburuk, investasi infrastruktr yang realisasinya tidak berjalan semestinya, dan market risk aversion dari pasar negera berkembang. (*)