Poin Penting
- BGN mengakui insiden keamanan pangan dalam program MBG sebagai tantangan serius yang juga dialami negara lain seperti Amerika Serikat dan Brasil.
- Penyebab insiden bervariasi, mulai dari pergantian pemasok bahan, proses pengolahan yang lama, hingga lemahnya pengawasan mutu.
- BGN perketat pengawasan dan transparansi, serta mendorong kolaborasi masyarakat untuk memastikan keamanan pangan dan mencegah kasus serupa.
Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui, insiden keamanan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di sejumlah daerah merupakan tantangan serius. Fenomena ini, menurut BGN, tidak hanya dialami di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang menjelaskan, di Amerika Serikat (AS), sejak diberlakukannya program sejenis MBG, sekitar 16.000 anak terdampak selama satu dekade (1990-1999).
Sementara di Brasil, jumlah korban mencapai 26.143 anak dalam rentang hampir 20 tahun pelaksanaan program pemberian makan skala besar (2000-2018).
“Seperti halnya program pemberian makanan dalam skala besar di negara mana pun, insiden terkait keamanan pangan juga terjadi di Amerika Serikat dan Brasil. Kami bandingkan dengan Brasil kurang lebih 40 juta penerima manfaat, dan AS sekitar 30 juta penerima manfaat,” ujar Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, di Jakarta, dikutip Minggu, 5 Oktoberfest 2025.
Nanik mengungkapkan, pola penyebab insiden keamanan pangan di Indonesia bervariasi, mulai dari pergantian pemasok bahan (supplier), proses pengolahan yang berlangsung terlalu lama, hingga lemahnya pengawasan mutu.
Baca juga: Purbaya Bakal Pantau Penyerapan Anggaran MBG hingga Akhir Oktober 2025
Mayoritas korban yang mengalami insiden keamanan pangan adalah anak sekolah. Sementara kelompok lain seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita justru tidak terdampak.
“Kami memastikan bahwa insiden yang terjadi hanya menimpa siswa sekolah, sementara ibu hamil dan balita tetap aman. Setiap langkah mitigasi ditempuh untuk menjamin kepercayaan publik bahwa program ini berjalan dengan standar tertinggi,” ucapnya.
Adaptasi dan Pembinaan bagi Petugas SPPG
Selain faktor teknis, culture shock yang dialami oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang baru juga turut menjadi penyebab insiden.
Kepada SPPG baru, BGN menyarankan agar memulai pelayanan MBG dengan jumlah kecil. Sementara bagi SPPG berpengalaman, diingatkan untuk berhati-hati saat melakukan pergantian supplier.
“Prinsip zero accident ditegakkan dengan memperkuat pembinaan berkelanjutan bagi seluruh SPPG. Mekanisme pengawasan diperketat, mulai dari pengendalian suplai bahan makanan, kehati-hatian dalam pergantian pemasok, hingga penerapan standar penggunaan bahan segar dan susu pasteurisasi,” pungkas Nanik.
Baca juga: Kasus Keracunan, Pemerintah Segera Tindaklanjuti dan Evaluasi Program MBG
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, menegaskan bahwa BGN terus memperkuat aspek transparansi dan keterbukaan informasi publik.
“BGN berkomitmen untuk memberikan informasi yang akurat dan faktual kepada masyarakat. Kami membuka kanal pengaduan masyarakat dan siap menindaklanjuti setiap laporan terkait keamanan pangan. Prinsip kami adalah cepat merespons, terbuka, dan akuntabel,” ujar Hida.
Hida menambahkan, pengawasan partisipatif menjadi kunci keberhasilan program MBG.
“Kami mengajak semua pihak, baik sekolah, orang tua, maupun masyarakat, untuk berperan aktif mengawasi dan melaporkan jika menemukan hal-hal yang mencurigakan. Kolaborasi adalah langkah terbaik untuk mencegah terulangnya insiden serupa,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










