Pada 2017 Bekraf akan mengunggulkan enam subsektor ekonomi kreatif, yakni tiga subsektor prioritas (film, aplikasi, dan pengembangan permainan dan musik) dan tiga subsektor unggulan (kriya, kuliner, dan fesyen). Ketiga subsektor unggulan tersebut telah menyumbang Rp643,8 triliun atau 75,54% dari total produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif Rp852,24 triliun pada 2015. Dengan bahasa lebih bening, sektor ekonomi kreatif menyumbang 7% terhadap PDB pada 2015 yang akan ditingkatkan menjadi 12% pada 2019.
Bekraf berharap KUR dapat mengalir ke industri kreatif. KUR lahir pada 5 November 2007 sebagai fasilitas penjaminan kredit dari pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan akses pada sumber pembiayaan dengan memberikan penjaminan kredit bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui KUR. Artinya, KUR merupakan kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada UMKM yang feasible tapi belum bankable.
(Baca juga: Kredit UMKM 20% Beri Dampak Positif ke Ekonomi Kreatif)
Pada 2017 anggaran KUR naik dari Rp100 triliun pada 2016 menjadi Rp105,95 triliun. Sampai dengan akhir 2016, penyaluran KUR mencapai 95% dari target Rp100 triliun. Apa yang menarik dari KUR? Suku bunga KUR terus menipis dari 22% pada 2014 menjadi 12% pada 2015 kemudian menjadi 9% pada 2016. Nah, kini suku bunga KUR akan kembali dipangkas menjadi 7% sesuai dengan janji pemerintah. Sayang, subsidi bunga KUR dari pemerintah akan mengecil Rp1,48 triliun dari Rp10,5 triliun pada 2016 menjadi Rp9,02 triliun pada 2017.
Meskipun penurunan subsidi bunga itu akan membebani bank sebagai penyalur KUR, tidak sedikit bank dan lembaga pembiayaan yang sudah menyampaikan komitmen untuk menyalurkan KUR. Pada 2016 tercatat ada 21 bank penyalur KUR, yang terdiri atas tiga bank pemerintah (Bank Mandiri, BRI, dan BNI), lalu Bank Maybank Indonesia, OCBC NISP, BTPN, Bank Sinarmas, Bank Artha Graha Internasional, dan 13 bank pembangunan daerah (BPD). (Bersambung ke halaman berikutnya)