Oleh Ida Bagus Kade Perdana, Mantan Direktur Utama Bank Sinar Jreeng, Pengamat ekonomi dan perbankan.
Dampak dari krisis penyebaran wabah virus penyakit Covid 19 Corona (C19C), yang membawa virus krisis multidimensial, disamping tidak terdeteksi, tidak bisa dilihat secara kasat mata, tentu tidak bisa ngomong dengan demikian tidak bisa diajak berkompromi. Sehingga juga tidak terhindarkan mewabah di Indonesia.
Untuk menghadapi krisis wabah virus C19C, pemerintah telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Dampak Dan Pemulihan Akibat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dengan menganggarkan dana sebesar Rp405,1 triliun.
Selanjutnya, presiden menjelaskan bahwa telah terpapar 186 negara virus corona yang berdampak menimbulkan perlambatan perekonomian dunia. Demikian juga hal yang sama tidak terhindarkan menimpa perekonomian Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyadari bahwa pandemi virus C19C begitu berdampak bagi pendapatan rakyat. Pemerintah terus bekerja keras dalam mengantisipasi hal ini, untuk mempertahankan daya beli masyarakat, mengurangi risiko PHK dan mempertahankan produktivitas ekonomi serta masyarakat diseluruh Indonesia. Presiden Jokowi berfokus pada kebijakan bantuan yang disediakan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk mempertahankan daya masyarakat.
Untuk melaksanakannya, dilakukan bauran kebijakan fiskal dan intervensi moneter oleh Bank Indonesia, menjadi remedi ekonomi yang berjalan beriringan upaya menyehatkan manusianya, baru kemudian menggerakan ekonomi. Saat ini sedang berusaha ditempuh pemerintah agar Indonesia segera keluar dari masalah krisis wabah penyakit virus C19C.
Dengan memerangi pandemi C19C sekaligus menempuh remedi ekonomi lewat subsidi. Pemerintah mulai berupaya menyembuhkan aspek kesehatan manusia adalah yang utama, kemudian ekonomi mengiringinya. Dengan demikian, pada tanggal 24 Maret 2020, presiden Jokowi dalam konprensi persnya mengumumkan 9 paket bauran stimulus ekonomi yang seluruhnya menyasar individu.
Ada empat remedi yang punya anggaran khusus diantaranya kartu sembako sebesar Rp4,5 triliun – Rp6 triliun, kartu prakerja sebesar Rp10 triliun. Bebas pajak penghasilan Rp8,6 triliun, sampai pada subsidi uang muka kpr sebesar Rp1,5 triliun. Adapun kesembilan bauran stimulus ekonomi tersebut meliputi :
Memangkas rencana belanja yang tidak prioritas, Relokasi anggaran, Menjamin ketersediaan bahan pokok, Program padat karya tunai harus dilipatgandakan, Penerima kartu sembako diberikan tambahan dana Rp50.000, sehingga menjadi Rp200.000, perkeluarga, Terkait calon penerima kartu prakerja, Membantu pekerja industri pengolahan pph 21 dibayar pemerintah, Pelaku umkm oleh OJK akan diberikan relaksasi kredit untuk yang memperoleh kredit dibawah Rp10 miliar sepanjang untuk tujuan usaha berupa penurunan bunga dan penundaan cicilan selama setahun.
Selain itu Masyarakat berpenghasilan rendah yang sedang menerima kredit kpr bersubsidi akan menerima dua stimulus berupa subsidi selisih bunga dan uang muka.
Nampak yang menjadi polimik dan dipertanyakan oleh para pelaku umkm mengenai kecepatan OJK Bank Non Bank merealisasikan instruksi presiden yang berniat luhur dan mulia dalam upaya melakukan mempertahankan daya beli dan produktivitas masyarakat sekaligus penyelamatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Mengenai relaksasi pemberian penurunan suku bunga dan penundaan cicilan angsuran selama setahun pada umkm untuk tujuan usaha. Jadi OJK harus sesegera mungkin membuat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) menterjemahkan instruksi presiden tersebut dengan arif dan bijaksana.
Sehingga bank non bank bisa mengeksekusinya dengan cepat baik dan benar. Dengan pertimbangan bahwa semua sektor sudah terdampak oleh wabah krisis virus C19 C yang berkonten krisis multidimensional dengan nyawa sebagai taruhannya.
Apabila eksekusi inpres mengenai relaksasi kredit umkm untuk tujuan usaha memberikan penurunan bunga dan penundaan cicilan dapat terealisasikan dengan baik dan efektif dimulai pada bulan Apri 2020.
Maka hal ini akan memberikan manfaat yang besar bagi kedua belah pihak. Mengingat hal ini tidak saja akan membuat para debeturnya bisa bernafas lega. Nantinya dia akan loyal pada bank non bank disituasi yang extra ordinary dimana bank non bank mau membantunya apalagi hal ini kuat landasan berdasarkan instruksi presiden.
Disamping itu, para debitur selama ini telah bekerja keras untuk bank non bank dengan membayar bunga bank, sebagai sumber utama pendapatan bank non bank.
Mengingat hal ini merupakan instruksi presiden maka OJK hendaknya membuat peraturan yang fleksible dan tidak memperhitungkan kebijakan ini yang dapat mempengaruhi dan membengkaknya NPL suatu bank non bank. Supaya dibukukan dalam pos baru tersendiri dalam rekening sementara sebagai cicilan yang ditangguhkan sepertinya untuk semua pinjaman dibawah Rp10 miliar. Secara otomatis diberikan strukturisasi berupa perpanjangan jangka waktu kredit selama satu tahun sejak bulan April 2020. Kecuali ada debitur yang tidak memanfaatkan fasilitas ini syukur syukur bisa dilunasinya seluruh pinjaman.
Dengan langkah cepat dan tepat harus segera diambil dan dilakukan OJK Bank Non Bank sehingga tepat dan pas momentumnya. Berharap semuanya bisa berjalan lancar, konstruktif, positif, kondusif efisien dan efektif sehingga semua pihak para Debitur OJK Bank Non Bank terwujud dalam kondisi sehat dan ekonomipun bergerak bisa pulih kembali sehingga bermamfaat baik bagi para pihak yang berkepentingan (stakeholders). (*)