Belajar dari Kasus Binance dan Coinbase, Regulasi Kripto di RI Sudah Kuat?  

Belajar dari Kasus Binance dan Coinbase, Regulasi Kripto di RI Sudah Kuat?  

Jakarta – Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat (AS) menggugat perusahaan pertukaran kripto, Binance dan Coinbase, atas tuduhan penggelapan dana nasabah dan pelanggaran regulasi sekuritas serius.

SEC juga menuduh Binance telah melakukan penipuan terhadap regulator dan investor, serta terlibat dalam perdagangan manipulatif.

CEO Binance, Changpeng Zhao, diduga telah memindahkan miliaran dolar ke perusahaan di berbagai negara, yang merupakan milik pejabat, termasuk pendiri dan kepala eksekutif Binance.

Pemindahan dana tersebut dilakukan melalui Silvergate Bank dan Signature Bank dimana keduanya telah dinyatakan gagal di awal tahun ini.

Berbagai tuduhan dan dugaan tersebut kemudian menjadi dasar permohonan pembekuan aset Binance oleh SEC kepada pengadilan. Meskipun begitu Binance bersikukuh tidak bersalah dan akan melakukan pembelaan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSOC), Rudiantara menjelaskan Binance memiliki exposure yang besar di Indonesia. Peristiwa ini tentu memengaruhi bagaimana para investor memandang aset kripto sehingga berbagai upaya preemtif dan preventif harus didorong untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang di Indonesia.

“Indonesia telah menunjukkan satu langkah konkret dalam merespons perkembangan kripto ke depan, dengan terintegrasinya pengaturan kripto dengan sektor keuangan nasional melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK),” ujar mantan menteri komunikasi dan informatika ini dikutip, Kamis, 15 Juni 2023.  

Baca juga: Kebijakan Kripto AS Diperketat, Bitcoin Migrasi ke Asia

Lanjutnya, apalagi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nantinya akan menghadirkan Dewan Komisioner yang mengatur khusus aset kripto. Makanya, diyakini ke depan pengaturan dan pengawasan aset kripto akan lebih komprehensif.

“Hal ini juga akan mendorong pengembangan pasar kripto dan mengoptimalkan dampaknya pada sektor keuangan dan ekonomi nasional,” tambah Rudiantara.

Anggota Steering Committee IFSOC, Tirta Segara menekankan urgensi adanya regulasi dan skema perlindungan dana investor. Menurutnya, hal ini akan berperan sebagai tonggak dan acuan jelas kepada platform mengenai batasan-batasan pengelolaan dana investor.

“Ini adalah salah satu sumber utama permasalahan sebagaimana yang kita lihat dalam kasus FTX dan sekarang Binance. Sebagaimana telah diterapkan di area pasar modal, platform dan pelaku industri kripto mestinya juga tidak boleh menampung, mengalihkan, dan apalagi menginvestasikan dana yang dikelola secara serampangan dengan risiko tinggi tanpa izin. Hal ini sangat krusial dalam meningkatkan aspek perlindungan  konsumen di area kripto,” jelas Tirta.

Tirta juga mengatakan perlunya penguatan aspek kelembagaan di pasar kripto. Dengan begitu, fungsi-fungsi yang ada tigak mengalami benturan kepentingan. Bisa disegregasi dengan baik, antara peran sebagai pedagang, pialang, kustodian, dan lainnya.

“Segregasi fungsi lembaga di pasar kripto ini mendesak segera dilakukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik di pasar kripto,” kata Tirta Segara.

Sementara, Anggota Steering Committee IFSOC, Eddi Danusaputro menjelaskan bahwa kasus Binance dan Coinbase ini menjadi peristiwa yang semakin membuka mata akan risiko perlindungan konsumen di pasar kripto yang masih sangat rentan.

Baca juga: Pasar Kripto dalam Tekanan Jangka Pendek, Ini Penyebabnya

Menurut Eddi, sebagaimana investasi lainnya, risiko volatilitas merupakan investor own risk. Akan tetapi risiko yang muncul akibat kelalaian pengelolaan dana, pencucian, hingga penggelapan dana, dan risiko lainnya yang terkait tata kelola pasar kripto harus bisa diminimalisir.

“Kasus ini menjadi pembelajaran, cepat atau lambat para regulator di dunia termasuk Indonesia harus segera membentuk berbagai kebijakan untuk merespons perkembangan kripto,” katanya. (*)

Related Posts

News Update

Top News