Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana meluncurkan transaksi short selling pada 29 September 2025. Namun, realisasinya masih menunggu kepastian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa (AB) BEI, Irvan Susandy, menegaskan hingga kini OJK belum menginstruksikan penundaan implementasi. Hal itu berarti peluncuran short selling masih sesuai jadwal.
“Kita belum tentuin dan OJK juga belum tentukan akan dicabut atau memang sudah diperbolehkan. Nah ini masih dalam subject to diskusi dengan melihat perkembangan terakhir,” ujar Irvan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Baca juga: OJK Tunda Short Selling, Begini Respons Arsjad Rasjid-Boy Thohir
Meski demikian, Irvan mengakui ketidakpastian kondisi domestik, khususnya terkait aksi demonstrasi, berpotensi memengaruhi jadwal.
“Ya kalau kayak begini terus ya sudah tahu kan jawaban kemungkinannya, kemungkinan tapi ini masih subject to diskusi ya, kan ini masih ada sekitar 2-3 minggu lagi ya,” imbuhnya.
Arahan OJK hingga 26 September
Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyampaikan arahan OJK untuk menunda short selling hanya berlaku sampai 26 September 2025. Jika tidak ada arahan tambahan, maka BEI siap mengimplementasikan transaksi tersebut.
Baca juga: OJK dan BEI Sepakat Rem Short Selling, Buyback Tanpa RUPS Dikaji
Transaksi short selling diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar sekaligus memberi peluang optimalisasi keuntungan bagi investor saat volatilitas meningkat.
Irvan bilang, hal itu berarti peluncuran transaksi short selling masih sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Di mana persiapan peluncuran short selling saat ini telah memasuki tahap pengembangan terakhir.
Pada tahap awal, fasilitas ini baru dapat dimanfaatkan investor ritel, kemudian bertahap diperluas ke investor institusional dan asing. BEI juga menunjuk dua AB awal, yakni Semesta Indovest Sekuritas dan Ajaib Sekuritas.
Target Jangka Menengah
Ke depan, BEI menargetkan 16 AB bisa memfasilitasi short selling. Untuk tahap awal, saham yang diperdagangkan hanya 10 emiten dengan batas maksimal 0,03 persen dari total saham beredar. (*)
Editor: Yulian Saputra










