Jakarta – Kombes Pol. Ma’mun, Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus), Bareskrim Polri mengungkapkan modus-modus kejahatan yang biasanya dilakukan oleh para pelaku investasi ilegal atau bodong.
Modus-modus itu diantaranya, pelaku berkedok sebagai entitas legal untuk mengambil dana masyarakat. Kemudian, membuat produk investasi dengan sistem menempatkan sejumlah dana dan diberikan keuntungan yang cukup besar. Lalu, melakukan pemasaran kepada para calon nasabah dengan tenaga pemasar yang rata-rata mantan karyawan bank, sehingga mudah mencari nasabah untuk ditawarkan investasi.
Selanjutnya, pelaku menempatkan dana para nasabah di sektor pasar modal maupun valuta asing. Apabila terjadi gagal bayar, pelaku akan menunggu nasabah untuk mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pelaku juga menawarkan sejumlah aset untuk dijadikan ganti rugi kepada para nasabah dan memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama dan public figure untuk menarik minat ikut berinvestasi.
Baca juga: OJK Ungkap Tiap Tahun Investasi Bodong Rugikan Masyarakat hingga Rp5 T
“Upaya yang kami lakukan untuk memberantas pelaku investasi bodong, yakni pertama melakukan penerapan pasar TPPU untuk menjaring sebanyak-banyaknya harta kekayaan hasil kejahatan yang didapat oleh pelaku investasi bodong. Kedua, melakukan profiling dana aset tracing terhadap para pelaku dan pihak terafiliasi untuk memaksimalkan penyitaan harta kekayaan hasil kejahatan investasi bodong dengan harapan hakim dapat menemukan formula hukum dalam rangka pengembalian kerugian korban investasi bodog dalam ranah peradilan pidana,” ujar Ma’mun, dalam Webinar OJK Institute dikutip 4 Agustus 2023.
Pelaku Investasi Bodong Gunakan Skema Ponzi
Ma’mun menjelaskan, umumnya para pelaku investasi bodong ini menerapkan modus investasi palsu dengan skema ponzi. Skema ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dari kegiatan operasi, melainkan dari uang yang dibayarkan dari investor berikutnya.
Ia pun berpesan kepada masyarakat agar lebih hati-hati terhadap tawaran investasi apapun. “Kalau mau investasi, tanya risikonya apa jangan pikirkan untungnya saja. Harus berpikir kritis dan logis. Kalau investasi yang memiliki legalitas pasti ada rekening perusahaan dan punya badan legal yang jelas. Kalau sudah diminta untuk transfer ke rekening pribadi, itu berarti entitas ilegal. Di UU Korupsi, kalau masuk dana ke rekening pribadi itu sudah awal kejahatan,” ungkapnya.
Mu’min juga menjelaskan ketentuan pidana terkait tindak pidana investasi ilegal, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 376, Pasal 372; Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perundungan Konsumen Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63; Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 44; Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Pasal 105, Pasal 106; dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Perubahan Atas Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5.
Baca juga: Lagi, Satgas Investasi Kembali Temukan 434 Pinjol Ilegal, Cek Daftarnya!
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada periode 2017 sampai 2022, kerugian masyarakat akibat kehadiran entitas investasi ilegal atau kegiatan usaha tanpa izin diestimasikan telah mencapai Rp137,84 triliun. Satgas Waspada Investasi (SWI) juga telah menghentikan usaha tanpa izin sebanyak 5.791 kegiatan pada periode 2017 hingga triwulan I 2023, meliputi pinjaman online, gadai, investasi dan kegiatan ilegal lainnya di sektor keuangan. (*) Ayu Utami