Jakarta – Dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang paling resilien. Institusi internasional ini memprediksi ekonomi Indonesia akan berada di tingkat 5,1% untuk tahun 2022 atau hanya turun 0,1 poin persentase (pp) dari proyeksi sebelumnya. Proyeksi ini masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8% – 5,5%.
Adapun dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengemukakan bahwa perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas. Menanggapi hal ini, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengungkapkan Pemerintah Indonesia akan terus menjaga agar kinerja ekonomi domestik terus menguat meski di tengah berbagai tantangan global.
“Perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi di tengah gejolak global yang terjadi. Selain menjadi salah satu dari sedikit negara yang dapat mengembalikan output ke level prapandemi sejak tahun 2021, kinerja ekonomi domestik di tahun ini juga terus menguat antara lain didukung situasi pandemi yang terus terkendali,” jelas Kepala BKF, Febrio Kacaribu Rabu, 8 Juni 2022.
Secara umum, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7% di tahun 2021 menjadi hanya 2,9% di tahun 2022, akibat eskalasi berbagai risiko. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 tersebut turun signifikan sebanyak 1,2 poin persentase dari proyeksi sebelumnya di bulan Januari.
Langkah ini serupa dengan yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga internasional lain seperti IMF yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 poin persentase di bulan April lalu.
Berbagai risiko global mengalami peningkatan, khususnya pasca terjadinya perang di Ukraina. Konflik geopolitik tersebut telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia terjadi secara luas di berbagai negara, baik kelompok negara maju maupun berkembang. Misalnya saja, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 untuk Zona Eropa sebagai episentrum konflik geopolitik mengalami revisi ke bawah sebanyak 1,7 pp (dari 4,2% menjadi 2,5%), dengan pertumbuhan Rusia diproyeksi akan mengalami kontraksi 8,9% atau turun sangat dalam 11,3 pp dari prediksi sebelumnya.
Dua perekonomian terbesar dunia, yakni AS dan Tiongkok, juga turut mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2022 masing-masing 1,2 pp dan 0,8 pp. Di kelompok negara berkembang, India, Meksiko, dan Thailand juga mengalami penurunan proyeksi yang cukup signifikan yakni 1,2 pp, 1,3 pp, dan 1,0 pp.
Febrio memastikan APBN akan terus diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi peredam syok (shock absorber) di tengah peningkatan risiko global. APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat khususnya kelompok yang rentan serta terjaganya pemulihan ekonomi. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra