Jakarta – Pada “Rating 107 Bank Versi Infobank 2022”, Kelompok KBMI 1 dihuni 69 bank. Sebanyak 14 bank di antaranya berada di kelas aset Rp25 triliun ke atas. Di kelas ini, delapan bank meraih predikat “sangat bagus”. Bank Aceh Syariah (Bank Aceh) menduduki posisi puncak, diikuti Bank Mantap, Bank Sulselbar, Bank Sumsel Babel, dan Bank Nagari di jajaran top 5.
Qanun atau Peraturan Daerah Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang lembaga keuangan syariah (LKS) yang melarang lembaga jasa keuangan nonsyariah untuk beroperasi di Aceh dapat dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Bank Aceh sehingga kinerjanya mentereng, khususnya di 2021.
Sejak Qanun LKS Aceh ditandatangani pada 2019, masyarakat Aceh banyak yang memindahkan dananya ke Bank Aceh. Terbukti, di 2021 jumlah tabungan Bank Aceh naik hingga 14,75% atau menjadi Rp10,55 triliun. Pertumbuhan DPK Bank Aceh di atas rata-rata industri yang sebesar 12,21%. Rasio dana murah atau current account saving account (CASA) Bank Aceh tercatat 75,08%, terbesar dari seluruh BPD yang ada di Sumatra. Secara total, dana pihak ketiga (DPK) juga naik 11,33% menjadi Rp24,02 triliun. Pertumbuhan DPK ini memberikan kekuatan bagi Bank Aceh untuk mendorong pembiayaan hingga tumbuh 6,98% menjadi Rp16,35 triliun. Pertumbuhan pembiayaan Bank Aceh ini di atas rata-rata (kredit) industri yang tahun lalu tumbuh 4,92%.
Dengan likuiditas yang melimpah, financing to deposit ratio (FDR) Bank Aceh pun hanya 68,06%. Hal itu membuat bank ini masih leluasa untuk menggenjot pertumbuhan bisnisnya ke depan. Apalagi, di 2021 Bank Aceh juga makin kuat dengan tambahan modal inti 25,59% menjadi Rp2,65 triliun.
Atas kinerja yang apik di 2021, Bank Aceh sukses mempertahankan predikat “sangat bagus” dan mendapatkan total skor tertinggi di kelompok ini. Skor yang didapat tahun ini juga lebih baik, yaitu 94,07%, dari sebelumnya 90,43% di 2020.
Dari tujuh aspek penilaian dalam rating, yakni (1) peringkat komposit profil manajemen risiko, (2) peringkat nilai komposit good corporate governance (GCG), (3) permodalan, (4) kualitas aset, (5) rentabilitas, (6) likuiditas, dan (7) efisiensi, Bank Aceh meraih skor sempurna di tiga aspek, yakni permodalan, rentabilitas, dan efisiensi. Sedangkan, untuk aspek-aspek lainnya, skornya mendekati sempurna.
Haizir Sulaiman, Direktur Utama Bank Aceh, mengatakan, kinerja yang baik dari Bank Aceh, khususnya di 2021, tidak lepas dari upaya maksimal Bank Aceh dalam melayani masyarakat Aceh. Untuk memanjakan nasabahnya, Bank Aceh sudah menerapkan open banking dan berusaha menjalin kerja sama dengan financial technology (fintech) dan e-commerce. Selain itu, Bank Aceh memanfaatkan agen Laku Pandai yang tersebar di seluruh kabupaten/kota untuk melayani masyarakat yang belum terjangkau oleh kantor cabang.
“Pada saat Bank Aceh konversi menjadi bank syariah di 2016, banyak yang menanyakan keputusan itu. Tapi, sekarang terbukti bahwa Bank Aceh mampu mencatatkan kinerja yang sangat baik. Bahkan, sekarang ini Bank Aceh menjadi barometer bagi BPD lain yang ingin konversi,” ujar Haizir kepada Infobank, bulan lalu.
Pascaberganti baju dari bank konvensional menjadi bank umum syariah (BUS) pada 2016 lalu, Bank Aceh makin menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Itu tecermin dari kinerjanya yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data Biro Riset Infobank (birI), sejak 2017 hingga 2021, aset Bank Aceh meningkat 24,58% dari Rp22,16 triliun menjadi Rp28,17 triliun. Peningkatan aset ini tidak lepas dari kemampuan Bank Aceh dalam menjalankan fungsi intermediasi dengan sangat baik. Dalam rentang lima tahun tersebut, rata-rata pertumbuhan pembiayaannya mencapai 6,22% setiap tahun. Sementara, rata-rata dana pihak ketiga (DPK) per tahun tumbuh 6,91%.
Data OJK menyebutkan, perbankan di Aceh didominasi oleh Bank Aceh. Per Desember 2021, dari total enam BUS yang beroperasi di aceh, Bank Aceh memiliki pangsa pasar (market share) aset 58% dan 37% dikuasai bank syariah milik BUMN. Sisanya (5%) tersebar di bank-bank lain. Begitu juga dari sisi pembiayaan, Bank Aceh menguasai 49%. Sementara, dari pengumpulan dana, Bank Aceh memiliki pangsa DPK 58%.
Setelah berjaya di daerah sendiri, Bank Aceh terus melebarkan sayapnya, keluar dari daerahnya guna menggarap potensi pasar di daerah lain. Sejauh ini Bank Aceh telah mempunyai dua cabang di luar Aceh, yaitu di Medan dan Jakarta.
Di Jakarta, Bank Aceh akan fokus menggarap segmen korporasi. Sekarang ini Bank Aceh mulai ikut dalam sindikasi pembiayaan suatu proyek di Jakarta. Selain itu, Bank Aceh bekerja sama dengan berbagai kementerian untuk menyalurkan sejumlah bantuan pemerintah melalui Bank Aceh Cabang Jakarta. Haizir mengatakan, cabang Medan dan Jakarta dapat memberikan kontribusi pembiayaan dan DPK masing-masing 7% dan 10% di akhir tahun ini.
Tak berhenti sampai di situ, Haizir Sulaiman mengatakan bahwa Bank Aceh memiliki visi menjadi bank global. Untuk menggapai cita-cita itu, Bank Aceh tengah menjajaki berbagai kerja sama, di antaranya dengan Al Rajhi Bank.
Di lain sisi, Haizir mengaku, Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh sangat mendukung bank yang dipimpinnya. Bukti keseriusan Pemda Aceh tecermin dari permodalan Bank Aceh yang terus diperkuat. Pada 2021 Pemda Aceh telah menggelontorkan modal Rp200 miliar, dan pada 19 Juli 2022, Pemda Aceh kembali menyetor tambahan modal Rp500 miliar. Sehingga saat ini, modal inti Bank Aceh sudah lebih dari Rp3 triliun atau sudah sesuai dengan modal minimum yang ditetapkan regulator.
Pemda Aceh, termasuk Provinsi Aceh yang saat ini dipimpin Achmad Marzuki sebagai Pejabat (Pj) Gubernur Aceh, terus mendukung Bank Aceh di tengah persaingan yang kian sengit di sektor perbankan. Karena itu, kehadiran Bank Aceh harus mampu memberikan dukungan bagi akselerasi pengelolaan keuangan daerah, baik kepada sektor privat, swasta, maupun pemda.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan akan layanan keuangan yang serbacepat dan efisien, Bank Aceh juga terus melakukan peningkatan layanan, baik secara digital maupun konvensional. Setelah sukses meluncurkan aplikasi mobile banking (m-banking) pada pertengahan 2021 lalu, Bank Aceh juga meluncurkan empat layanan terbaru, yaitu kartu debit Bank Aceh, quick response code Indonesian standard (QRIS), ATM setor tarik, dan penambahan fitur pada m-banking Bank Aceh. Selain itu, Bank Aceh memiliki kartu uang elektronik yang disebut Pengcard.
Berkat kerja keras dan sejumlah inovasi yang dilakukan, kinerja apik Bank Aceh berlanjut di tahun ini. Per triwulan satu 2022, realisasi pembiayaan Bank Aceh mencapai Rp16,39 triliun, tumbuh 6,50% secara tahunan. Sedangkan, DPK naik 8,73% menjadi Rp23,27 triliun. Meski cukup agresif, Bank Aceh tidak sembarangan menyalurkan pembiayaan. Terbukti, kualitas pembiayaannya sangat baik dengan rasio non performing financing (NPF) gross di angka 1,54%.
Baca juga : Rating 107 Bank Versi Infobank 2022: Bank Mandiri Peringkat Satu
Di tengah pembiayaan yang meningkat, Bank Aceh mampu menjaga rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BO/PO) di level yang cukup rendah, yaitu hanya 72,29%. Tumbuhnya pembiayaan plus beban yang rendah membuat laba bersih Bank Aceh meningkat 11,77% atau menjadi Rp125,23 miliar. (*)
Baca selengkapnya di Majalah Infobank No.532 edisi Agustus 2022. Informasi pemesanan majalah, hubungi Sirkulasi Infobank: 0852-8802-0094, 0815-9960-459 Email: sirkulasi@infobank.co.id, web link Sirkulasi Infobank, Majalah Infobank versi digital Infobank Store.