Oleh Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen Bank Central Asia
PAGI ini, saya menerima kiriman video dari Instagram Bapak Erick Thohir, Menteri BUMN, yang melakukan kunjungan ke pabrik kereta api dari PT Industri Kereta Api Indonesia (INKA) yang baru yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pabrik yang luas dan sangat modern tersebut dibangun oleh PT INKA bekerja sama dengan Staedler Rail, sebuah perusahaan kereta api nomor tujuh dunia yang berasal dari Swiss.
Di pabrik tersebut, selain berbagai peralatan untuk pembuatan kereta api yang ditangani para karyawan, banyak robot yang dipergunakan untuk membantu kecepatan dan presisi dari proses pembuatan kereta api tersebut.
Hasil produksi pabrik tersebut sangat beragam, mulai dari gerbong penumpang, gerbong kereta KRL, gerbong barang, serta kereta light rail transit (LRT). Sebagaimana diketahui, PT INKA adalah produsen kereta LRT yang sudah dipergunakan antara Cibubur dan Bekasi menuju ke Dukuh Atas dan sudah beroperasi dengan sukses dalam beberapa tahun terakhir.
Berbagai produk dari pabrik tersebut utamanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sebagian diekspor ke berbagai negara. Dewasa ini, penggunaan produk PT INKA di jaringan kereta api Indonesia sudah sangat masif dan makin mewarnai proses transformasi yang terjadi pada perusahaan kereta api Indonesia tersebut.
Setiap kali saya melakukan perjalanan dengan kereta api ke Yogyakarta dari Jakarta, saya memperhatikan bahwa kereta api yang kami pergunakan umumnya kereta baru, dan dengan fasilitas penumpang yang mewah. Kemewahan kereta api kita banyak dipuji para wisatawan mancanegara sebagaimana bisa kita saksikan di banyak video di YouTube.
Sementara itu, ekspor kereta api terus mengalami perkembangan yang sangat baik untuk memenuhi permintaan berbagai negara, yang akhirnya bisa meningkatkan kualitas pelayanan kereta api di negara mereka masing-masing. Perkembangan ini tampak jelas jika kita memperhatikan ekspor kereta api kita ke Filipina.
Perusahaan kereta api dari negara tetangga kita tersebut (Philippine National Railway) makin banyak melakukan impor kereta api dari Indonesia berupa kereta penumpang yang dilengkapi dengan lokomotif yang dibuat di Indonesia.
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan kereta api Filipina tersebut mengimpor beberapa set kereta lengkap dengan kereta penggeraknya. Filipina malah memanfaatkan BUMN Karya Indonesia untuk membangun jaringan kereta api yang baru di negara tersebut.
Baca juga: Kabar Gembira! Pemerintah Beri Diskon Tarif Kereta Api hingga Pesawat Mulai Juni-Juli 2025
Demikian juga dengan ekspor kereta api ke Bangladesh yang dalam tahap terakhir bahkan mencapai 250 unit, di mana 20 unit terakhir dikirimkan pada 2024 yang lalu. Pengiriman kereta api tersebut sudah bisa dipastikan akan mengubah warna perkeretaapian di negara tersebut.
PT INKA juga masih terus mengusahakan ekspor kereta api ke negara tersebut untuk tahap berikutnya. Sebagaimana diketahui, PT INKA sudah berhasil memenuhi kebutuhan kereta api Bangladesh tersebut dengan mengirimkan 150 unit pesanan kereta yang pertama dari negara tersebut. Sementara, pengiriman kereta api selanjutnya sebanyak 250 unit merupakan pesanan untuk tahap kedua.
Pembuatan Lokomotif Dalam Negeri
Kita tentunya sangat familier dengan produksi gerbong penumpang dari PT INKA yang banyak mewarnai perkeretaapian Indonesia. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa PT INKA pun sudah mampu membuat lokomotif sendiri. Bahkan, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Indonesia telah berhasil mengekspor 3 unit lokomotif dan 15 gerbong penumpang ke Filipina. Ekspor tersebut terealisasi pada 2021.
Filipina memang sudah banyak mengimpor berbagai jenis kereta api dari Indonesia (selain kapal perang dari PT PAL dan kapal terbang dari PT Dirgantara Indonesia). Oleh karena itu, ekspor lokomotif yang dilakukan PT INKA ke negara tetangga tersebut merupakan suatu langkah maju bagi BUMN perkeretaapian kita tersebut.
Bagaimanakah langkah strategis tersebut, yaitu pembuatan lokomotif di dalam negeri, bermula? Langkah pembuatan lokomotif tersebut didorong oleh Kementerian Perhubungan yang pada 2010 melakukan pemesanan lokomotif sebanyak 5 unit. Lokomotif yang diproduksi oleh PT INKA adalah jenis lokomotif diesel hidrolik yang diberi nama Lokomotif CC 300.
PT INKA sudah memiliki pengalaman untuk melakukan assembling lokomotif General Electric yang dipesan oleh PT KAI sebanyak 150 unit yang sebagian besar dipergunakan untuk menarik gerbong batu bara di Sumatra Selatan. Bahkan, dalam proses tersebut, PT INKA juga berhasil membuat boogie untuk dipergunakan dalam pembuatan lokomotif tersebut. Pengalaman ini memberikan dasar pijakan yang kuat bagi PT INKA untuk akhirnya mengembangkan sendiri lokomotif sesuai dengan desain yang mereka kembangkan sendiri.
Lokomotif yang dipesan oleh Kementerian Perhubungan dan dibangun oleh PT INKA tersebut tidaklah menggunakan mesin General Electric sebagaimana yang sudah berhasil di-assembling di Indonesia. PT INKA akhirnya menggunakan mesin Caterpillar disertai juga dengan genset yang juga dari Caterpillar.
Lokomotif tersebut bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu melintasi banjir sampai pada ketinggian tertentu. Tiga dari 5 unit yang dipesan berhasil diselesaikan pada 2012 dengan nomor CC 300 12 01, CC 300 12 02, dan CC 300 12 03.
Ketiga unit yang diproduksi PT INKA itu memiliki desain dan warna yang sangat menarik sehingga pada akhirnya mampu menampilkan diri sebagai lokomotif yang gagah dan memiliki kekuatan tarik yang tidak kalah dibandingkan dengan lokomotif lainnya. Lokomotif yang keempat dan kelima berhasil diselesaikan PT INKA pada 2014 dan diberi nomor CC 300 14 01 dan CC 300 14 02.

Keberhasilan PT INKA tersebut akhirnya memberikan kepercayaan diri yang besar untuk mulai bersaing memperebutkan pasar lokomotif regional. Dan, itu mulai terjadi dengan dilakukannya ekspor lokomotif dari PT INKA ke Filipina.
Mungkin perlu diselidiki lebih jauh bagaimana kualitas lokomotif produksi PT INKA yang diekspor ke Filipina. Kalau untuk kapal perang yang diproduksi PT PAL dan pesawat CN 235 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia, mereka menyatakan puas dengan kualitas produk yang mereka terima.
Baca juga: Sinergi Bank Mandiri dan KAI bagi Pengguna Kereta
Membangun Kereta Api Cepat?
Dalam beberapa waktu terakhir, banyak diskusi mengenai pengembangan kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Diskusi ini tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan pengembangan kereta api cepat Whoosh Jakarta-Bandung, yang awalnya dimulai dengan rasa skeptis yang besar ternyata di belakang hari berhasil dioperasikan dan bahkan dewasa ini memperoleh popularitas yang tinggi di masyarakat.
Bayangkan, dari Jakarta ke Bandung ternyata mampu ditempuh dalam waktu 40 menit saja. Sementara itu, dari sisi komersialnya, investasi kereta api cepat tersebut akan makin mencapai tingkat kelayakannya dengan makin banyaknya masyarakat yang memanfaatkan jalur kereta api tersebut.
Beberapa video dapat disaksikan mengenai pengembangan kereta cepat Jakarta-Surabaya versi Tiongkok, yang tampaknya ingin melanjutkan jalur kereta api ke Surabaya dari Bandung. Demikian juga beberapa video mengenai pembangunan kereta api cepat dengan kecepatan 250 km per jam yang akan diisi oleh produk kereta api dalam negeri untuk jalur Jakarta-Surabaya di jalur utara.
Pada akhirnya, perlombaan semacam ini biasanya akan dimenangkan oleh mereka yang memiliki dukungan politik di pemerintahan yang paling kuat. Namun demikian, apakah Indonesia mampu membuat sendiri kereta api cepat semacam itu?
Sebetulnya, sejak 2019 sudah terbentuk tim pengembangan kereta api cepat Jakarta-Surabaya dengan melibatkan perguruan tinggi yang mengunakan dana riset dari LPDP, BRIN, dan dari sisi pabrikan adalah PT INKA.
Namun demikian, yang menghasilkan keyakinan tentang kemampuan pembangunan kereta api cepat tersebut adalah dengan hadirnya Stadler Rail dari Swis. Perusahaan tersebut yang telah bergabung dengan PT INKA dan membangun pabrik kereta api di Banyuwangi. Di negaranya sendiri berhasil membangun kereta api cepat yang sudah cukup lama beroperasi, yaitu kereta EC250 yang memiliki kecepatan 250 km per jam.
Staedler Rail ternyata bahkan merupakan perusahaan yang membuat kereta api cepat dengan kecepatan 350 km per jam yang dipesan oleh Tiongkok yang akhirnya menjadi cikal bakal kereta api cepat Tiongkok saat ini. Oleh karena itu, kemampuan PT INKA dewasa ini merupakan kekuatan manufaktur PT INKA yang sudah teruji selama ini dan ditambah dengan injeksi teknologi dan pengetahuan yang baru dari Staedler Rail.
Perkembangan inilah yang memberikan optimisme yang besar bahwa kereta api cepat produksi di dalam negeri bukanlah sebuah mimpi di awang-awang, tapi suatu prospek riil yang berdasar kuat. Semoga tidak lama lagi kemampuan tersebut berhasil direalisasikan oleh PT INKA kita. Selamat berkarya, PT INKA!










