Oleh Diding S. Anwar, pengamat & pemerhati asuransi sosial
TRANSFORMASI kelembagaan BUMN yang kini dimotori oleh pemerintah melalui pembentukan Danantara merupakan langkah strategis dalam memperkuat efisiensi, sinergi operasional, dan tata kelola yang lebih terpadu. Danantara hadir sebagai penggerak konsolidasi BUMN agar mampu bersaing di kancah global dengan skala ekonomi dan daya saing yang lebih besar.
Namun, dalam semangat pembaruan ini, perlu dilakukan sebuah reset back to basic, terutama terhadap entitas yang sejak awal bukan didesain sebagai korporasi bisnis, melainkan sebagai pelaksana mandat sosial negara.
Salah satunya adalah Jasa Raharja, yang memiliki kedudukan unik dan historis sebagai pelaksana Undang-Undang (UU) No. 33 Tahun 1964 dan UU No. 34 Tahun 1964, dalam memberikan perlindungan dasar rakyat Indonesia korban kecelakaan lalu lintas dan penumpang alat transportasi angkutan umum.
Baca juga: Sinergi CoB BPJS, Jasa Raharja, dan Asuransi Komersial
Reset Back to Basic: Bukan Mundur, melainkan Meneguhkan Arah
Reset bukanlah kemunduran. Ia adalah tindakan strategis untuk kembali ke arah yang benar, agar tidak terjebak dalam logika pasar yang bisa mengaburkan misi sosial.
Dengan hadirnya Danantara dan holding strategis, pemerintah dihadapkan pada pilihan krusial: apakah semua BUMN akan diseragamkan ke dalam kerangka korporasi laba, ataukah justru dibedakan berdasarkan mandat dan fungsi sosialnya?
Karena telah hadir Danantara sebagai entitas korporasi yang fokus pada konsolidasi dan pertumbuhan BUMN, maka fungsi layanan sosial seperti yang dijalankan Jasa Raharja justru perlu diperkuat dari sisi governance dan outcome-nya bagi masyarakat.
Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh sistem pelayanan dan klaim Jasa Raharja, bukan hanya dari sisi kecepatan dan kepastian, tapi juga dari sisi kepuasan stakeholder. Salah satu concern krusial yang tak boleh diabaikan adalah nilai santunan yang diberikan.
Selama hampir sembilan tahun, besaran santunan tidak mengalami kenaikan, padahal biaya hidup dan rumah sakit terus meningkat setiap tahunnya. Akibatnya, nilai perlindungan yang semula relevan dan cukup kini tergerus oleh inflasi dan kehilangan daya ungkitnya sebagai pelindung ekonomi keluarga korban.
Jika dibiarkan tanpa penyesuaian, kondisi ini akan menjauhkan Jasa Raharja dari prinsip keadilan dan empati negara yang menjadi roh utama pelayanannya. Maka, dalam semangat reset back to basic, peningkatan nilai santunan harus menjadi bagian integral dari reformasi layanan publik Jasa Raharja.
Tiga arah utama reset ini antara lain sebagai berikut. Satu, meneguhkan khitah. Bahwa Jasa Raharja adalah pelaksana amanat UU, bukan pelaku pasar. Dua, memperbaiki governance pelayanan publik. Perlu review menyeluruh atas mutu layanan, efektivitas sistem klaim, dan kepuasan masyarakat. Tiga, menjaga independensi mandat UU. UU No. 33 dan UU No. 34 Tahun 1964 tetap sebagai lex specialis yang tak bisa dilebur tanpa penyesuaian hukum.
Jasa Raharja Bukan BUMN Biasa
Di tengah kecenderungan BUMN diarahkan menjadi entitas bisnis yang efisien dan kompetitif, Jasa Raharja menempati posisi khusus. Ia tidak lahir dari inisiatif pasar, melainkan dari amanat negara.
Sejak berdiri, Jasa Raharja ditugaskan langsung untuk menjalankan fungsi perlindungan sosial dasar bagi korban kecelakaan lalu lintas dan alat angkutan umum. Artinya, Jasa Raharja bukan BUMN yang mengejar margin, melainkan BUMN yang menghadirkan empati dan kepastian negara kepada warganya dalam kondisi darurat.
Holdingisasi jangan sampai menggeser mandat Jasa Raharja menjadi fungsi komersial. Kita harus menjaganya. Hal itu agar (1) pelayanan publik tidak disamarkan menjadi layanan berbayar, (2) kecepatan respons tidak melambat akibat kompleksitas birokrasi holding, (3) stakeholder, khususnya masyarakat korban, tetap menjadi pusat perhatian dan prioritas.
Baca juga: Premi Asuransi Kredit Capai Rp6,3 Triliun di April 2025, Terkoreksi 5,63 Persen
Negara Hadir Saat Rakyat Terluka
Sebagai bangsa, kita diuji bukan hanya saat mengelola keberhasilan, tapi juga saat hadir pada mereka yang terluka. Jasa Raharja telah menjadi garda terdepan kehadiran negara. Hadir saat ayah meninggal karena kecelakaan. Saat ibu harus mengurus luka keluarganya tanpa uang. Saat anak kehilangan masa depan akibat kecelakaan.
Negara hadir bukan hanya saat rakyat kuat, tapi juga saat mereka lemah. Bangsa yang besar bukan hanya memberi insentif kepada yang sukses, tapi hadir duluan untuk mereka yang terpukul. Dan, itu dilakukan oleh Jasa Raharja.
Jasa Raharja hadir. Saat ayah kehilangan nyawa di jalan raya. Saat seorang ibu kehilangan pasangan penopang ekonomi. Saat seorang anak luka berat karena tabrakan. Jasa Raharja hadir lebih dulu dari siapa pun.
Itulah wajah negara. Itulah bentuk kasih sayang konstitusional. Itulah makna pelayanan publik sejati.