Jakarta – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) memprotes konsep single mux operator dan penetapan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital.
Menurut Ketua ATVSI, Ishadi SK, adanya single mux operator dalam hal ini LPP RTRI adalah salah satu kegiatan adanya dominan/otoritas tunggal oleh pemerintah.
Seperti diketahui, Rancangan UU (RUU) Penyiaran akan segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR sebagai RUU Penyiaran inisiatif DPR. Di dalamnya akan mengatur migrasi sistem penyiaran televisi terestrial penerimaan tetap tidak berbayar analog menjadi digital.
Sayangnya, dengan adanya migrasi digital itu, diperkenalkan konsep single mux operator dan RTRI.
“Ini diduga berpotensi disalah-gunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran. Dan penguasaan yang mengarah pada pembatasan ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tak sehat,” kata Ishadi, di Jakarta, Rabu, 7 Juni 2017.
Menurutnya, penetapan RTRI ini sebagai penyelenggara tunggal multipleksing juga berpotensi melanggar UU Anti Monopoli.
“Karena tak ada jaminan terselenggaranya satandar layanan (service level) penyiaran digital yang baik dan kompetitif dan tentunya jaminan kebebasan menyampaikan pendapat melalui layar kaca,” kata Ishadi.
Dia menegaskan, penetapan single mux operator itu akan berdampak pada LPS eksisting yang akan menghadapi ketidakpastian. Karena frekuensi yang menjadi roh penyiaran dan sekaligus menjadi jaminan terselenggaranya kegiatan penyiaran dikelola oleh satu pihak saja.
“Juga akan terjadi pemborosan investasi infrastruktur yang sudah dibangun, dan bahkan bisa akan terjadi PHK karyawan stasiun televisi yang selama ini mengelola infrastruktur transmisi,” tutup Ishadi. (*)